Wanaloka.com – Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum, HAM dan Hikmah, Busyro Muqoddas mengajukan penjaminan diri ke Polda Jawa Timur pada 10 Februari 2023. Upaya tersebut untuk membebaskan tiga warga Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur yang ditahan sejak 3 Februari 2023, yakni Kepala Desa Pakel Mulyadi, Kepala Dusun Durenan Suwarno, dan Kepala Dusun Taman Glugoh Untung.
Selain Busyro, sebanyak 21.844 orang telah menandatangani surat petisi lewat change.org untuk menuntut Presiden Joko Widodo menyelesaikan kasus warga Pakel dan memulihkan seluruh hak ekonomi, sosial, budaya yang dirampas. Juga mendesak Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk segera membebaskan tiga warga Pakel dan mencabut status tersangka. Serta menuntut Kementerian ATR/BPN mencabut hak guna usaha (HGU) PT Bumi Sari.
Dan sejumlah organisasi masyarakat sipil juga memberikan dukungan, antara lain Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat (LHKP PP) Muhammadiyah, Imparsial, Elsam, Kontras, Konsorsium Pembaruan Agraria, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Indonesian Centre for Enviromental Law (ICEL), OPWB, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Serikat Pekerja (SP) Danamon, Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSP KEP) Gresik.
Baca Juga: Gempa 5,3 Magitudo kembali Guncang Ransiki Manokwari Selatan Papua Barat
“Upaya penjaminan pembebasan ini bentuk dukungan solidaritas serta perlawanan terhadap upaya pembungkaman para pejuang agaria dan pembela HAM yang dikriminalisasi,” kata tim kuasa hukum warga Pakel, Jauhar Kurniawan, 10 Februari 2023.
Upaya pembebasan tersebut, diakui Jauhar, merupakan salah satu gerakan terbesar sepanjang gerakan demokrasi di Jawa Timur khususnya dan Indonesia umumnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Sebab melibatkan ribuan orang yang terdiri dari sejumlah tokoh, akademisi, serta organisasi masyarakat sipil.
Kasus Agraria Sejak 2020
Penangkapan ketiganya merupakan rangkaian konflik agraria. Sebelum kasus ini terjadi, masyarakat Pakel yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel (RSTP) juga kerap mengalami kriminalisasi serupa karena terus berjuang mempertahankan tanah mereka yang dikuasai PT Bumi Sari.
Baca Juga: Wisata Berburu Cacing di NTB
Berdasarkan catatan Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumber Daya Alam (Tekad Garuda), ada lima warga Pakel yang dikriminalisasi sepanjang perjuangan mereka dari 2020-2023.
Jauhar menjelaskan, problem utama kasus ini adalah ketimpangan penguasaan lahan. Desa Pakel berpenduduk sekitar 2.760 jiwa dan luasan lahan desa Pakel adalah 1.309,7 hektare.
Namun warga desa hanya berhak mengelola lahan seluas 321,6 hektare. Sebab PT Bumi Sari mengklaim telah menguasai 271,6 hektare dan 716,5 hektare lainnya dikuasai Perhutani KPH Banyuwangi Barat.
Baca Juga: Sumber Gempa Dangkal Darat Bukittinggi
Dengan mengacu pada semangat reforma agraria berdasarkan Pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), seharusnya pemerintah berusaha agar usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3).
“Serta menjamin setiap negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya,” kata Jauhar.
Kemudian penekanan dalam Pasal 13 ayat (2) UUPA, seharusnya Pemerintah mencegah usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta.
Baca Juga: GARCHOC, Bawang Putih Rasa Cokelat untuk Imunitas Tubuh
“Jika meresapi semangat Pasal 13 UUPA, maka program reforma agraria yang kerap digaungkan Presiden Jokowi seharusnya ditunjukkan dengan tindakan berpihak kepada perjuangan warga Pakel,” tutur Jauhar.
Untuk memperjuangkan hak-hak pengelolaan lahan, 800 kepala keluarga (KK) berjuang melalui organisasi RTSP. Sebagian besarnya adalah kaum tuna kisma, yaitu kelompok yang tidak memiliki lahan pertanian sama sekali (buruh tani).
Pada 20 April 2021, warga Pakel juga pernah membuat petisi serupa di change.org dengan judul “Hentikan Kriminalisasi Pejuang Tanah Desa Pakel, Banyuwangi”. Petisi tersebut ditandatangani sekitar 21.742 orang yang mendesak stakeholder terkait, khususnya ATR/BPN untuk menyelesaikan konflik dan pihak kepolisian untuk menghentikan kriminalisasi.
Baca Juga: Tanggul Limbah Batu Bara di Malinau dan Bunyu Jebol Berulangkali, Jatam Desak Pemerintah Cabut Izin
Pada Juni 2021, warga Pakel dan tim pendamping hukum telah mengadukan kasus konflik agraria yang dihadapi melalui audensi kepada pihak Kantor Staf Presiden (KSP).
“Namun berbagai janji pihak KSP yang dilontarkan dalam audensi tersebut hingga kini belum menunjukkan titik terang,” ungkap Jauhar.
Discussion about this post