“Jadi serangga menghasilkan lebih sedikit gas rumah kaca dan amonia dibandingkan ternak konvensional,” ungkap dia.
Baca juga: Pesan Pakar Kelautan, Risiko Rip Current Berkurang dengan Membuat Peta Bahaya
Konsumsi makanan yang mudah didapat
Meski demikian, Purnama menyadari masih banyak orang yang enggan mengonsumsi serangga karena belum terbiasa. Ia menganalogikan, bahwa dulu orang menganggap aneh saat air minum dijual dalam botol, tetapi sekarang sudah menjadi kebiasaan.
“Hal yang sama bisa terjadi dengan serangga. Mungkin suatu saat, ketika sumber protein semakin sulit didapat, serangga akan menjadi pilihan utama,” tambah dia.
Menurut dia, tidak semua masyarakat mau dan cocok mengonsumsi serangga. Sekalipun rasa belalang dan jangkrik mirip rasa udang karena sama-sama hewan beruas dan masih berkerabat dekat secara evolusi.
Baca juga: Perairan Bintan II dan Perairan Kota Bitung Jadi Kawasan Konservasi Laut Baru
Juga belum tentu masyarakat suatu daerah mudah mendapatkan serangga yang layak dikonsumsi. Ia menyarankan agar masyarakat mengonsumsi makanan yang mudah didapatkan di daerahnya. Semisal, masyarakat di pesisir tentu lebih mudah mendapatkan sumber protein dari laut seperti ikan, sehingga serangga bukan pilihan utama mereka.
“Jadi, serangga memang bisa menjadi alternatif protein, tetapi cocok untuk masyarakat yang mau memakannya dan di daerah tertentu yang mendukung ketersediaannya,” ucap dia. [WLC02]
Sumber: IPB University
Discussion about this post