“Beberapa penelitian menyebutkan, AgI berpotensi menghambat pertumbuhan organisme akuatik dan mengganggu siklus nutrisi di ekosistem air tawar,” papar dia.
Baca juga: Paviliun CLT Nusantara, Rumah Ramah Lingkungan dari Kayu dan Energi Surya
Selain cloud seeding, terdapat metode lain seperti cloud breaking. Metode ini berfungsi untuk menghambat proses kondensasi dan mengurangi intensitas hujan.
Cloud breaking bekerja dengan cara mengganggu proses pembentukan awan (pengkerdilan awan) sehingga jumlah uap air yang mengalami kondensasi berkurang.
Teknologi selain TMC
Seiring perkembangan teknologi, berbagai inovasi telah diterapkan dalam modifikasi cuaca. Penggunaan laser untuk merangsang pembentukan awan serta pemanfaatan drone untuk menyebarkan bahan semai mulai diteliti guna meningkatkan efektivitas TMC.
Baca juga: Pelaku Wisata Minta Kuota Pendakian Gunung Rinjani Berdasar Daya Tampung
Teknik flare, yang menghasilkan gas guna meningkatkan kelembapan udara, juga masih dalam kajian untuk meminimalkan dampak lingkungan.
“Salah satu pendekatan baru yang sedang dikembangkan adalah penggunaan bahan organik sebagai alternatif garam sehingga lebih ramah lingkungan,” jelas Putu.
Lahir di Bali pada 24 Februari 1979, Putu Santikayasa adalah akademisi dan peneliti di bidang klimatologi terapan dan pengelolaan sumber daya air. Selain Sekretaris Pusat Studi CCROM-IPB, ia juga menjabat sebagai Ketua Program Studi Pascasarjana Klimatologi Terapan di IPB University. Putu menyelesaikan pendidikan Sarjana dan Magister di IPB serta meraih gelar Doktor dari Asian Institute of Technology (AIT), Thailand.
Baca juga: Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman Gundul Akibat Tambang Ilegal
Keahliannya meliputi pemodelan hidrologi, analisis perubahan iklim, serta pengelolaan air pertanian berbasis keberlanjutan. Putu aktif dalam penelitian dan publikasi ilmiah, dengan berbagai kajian terkait dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air dan ketahanan pangan.
Ia juga memiliki pengalaman sebagai konsultan di berbagai proyek nasional dan internasional, termasuk UNESCO dan Plan International Indonesia, dalam pengelolaan risiko bencana dan adaptasi iklim. [WLC02]
Sumber: IPB University
Discussion about this post