Wanaloka.com – Perubahan iklim yang ditandai dengan kenaikan suhu udara, peningkatan intensitas cuaca ekstrem, hingga penurunan kualitas air menjadi faktor pemicu meningkatnya penyakit menular sehingga memengaruhi kesehatan manusia secara signifikan. Salah satunya adalah tuberkulosis (TB), penyakit yang hingga kini masih menjadi perhatian nasional dan global.
“Perubahan iklim turut berkontribusi terhadap penyebaran penyakit TB di Jawa Barat,” ungkap Peneliti Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) BRIN, Dianadewi Riswantini dalam Webinar PRSDI #04 bertema “Digital Epidemiology: Transformasi Kajian Kesehatan dengan Sains Data”, Rabu, 14 Mei 2025.
Sejauh ini, timnya melakukan Studi Climate Epidemiology untuk memahami, merencanakan, dan mencegah berbagai dampak perubahan iklim. Hasilnya diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengantisipasi risiko kesehatan dan menyusun strategi adaptasi untuk melindungi kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Rekomendasi Pakar Sosioagraria, Kebijakan PSN Pulau Rempang Harus Dievaluasi Total
Dalam riset bertajuk Potential Risk of New Tuberculosis Cases in West Java, tim peneliti BRIN melakukan analisa risiko spasial dan temporal terhadap sebaran kasus TB baru di wilayah Jawa Barat. Penelitian ini memanfaatkan data 2019 hingga 2022 yang bersumber dari BPJS, BPS Jawa Barat, Open Data, serta data iklim dari Copernicus Climate.
Hasilnya menunjukkan, bahwa Kabupaten Karawang, Majalengka, dan Kuningan memiliki interaksi spasio-temporal yang kuat terhadap penyebaran TB. Artinya, kasus baru meningkat secara signifikan dalam dimensi ruang dan waktu.
Sementara wilayah Kabupaten Bogor, Sukabumi, Karawang, dan Bandung secara konsisten menunjukkan tingkat risiko relatif tinggi dengan nilai risiko berkisar antara 1 hingga 15.
Baca juga: Mempercantik Sudut-sudut Kota Bandung dengan Mural Warna Warni
“Kebijakan dan strategi pengendalian penyakit TB perlu mendapatkan perhatian lebih untuk wilayah di atas, terutama Karawang,” kata Dianadewi.
Penelitian ini juga dilanjutkan dengan pemetaan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap insidensi TB. Melalui metode analisis statistik yang digunakan untuk menganalisa data spasial dengan mempertimbangkan efek waktu dalam bentuk persamaan regresi, tim peneliti mengidentifikasi sejumlah variabel signifikan. Meliputi curah hujan harian, kelembaban udara, kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi layak, tingkat kemiskinan, serta partisipasi masyarakat dalam angkatan kerja.
“Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat memberi masukan berbasis data kepada pemerintah daerah, khususnya dalam menetapkan prioritas wilayah intervensi kesehatan dan strategi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim,” imbuh dia.
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Landa Pulau Jawa dan Sulawesi Menelan Korban Jiwa
Studi ini menjadi bagian dari upaya BRIN dalam mendukung kebijakan kesehatan publik yang lebih responsif terhadap dinamika lingkungan dan sosial. Selain tuberkulosis, pendekatan serupa juga relevan untuk mengkaji penyebaran penyakit lain yang dipengaruhi oleh perubahan iklim, seperti demam berdarah, malaria, dan gangguan pernapasan.
Discussion about this post