Mengingat perubahan ekologi vektor akibat perubahan iklim dapat memicu peningkatan penyakit yang ditularkan melalui hewan perantara seperti nyamuk, termasuk malaria, demam berdarah (dengue), dan chikungunya. Selain itu, perubahan cuaca ekstrem pun berpotensi menimbulkan gangguan pernapasan, seperti asma dan alergi. Dampak lain dari perubahan iklim juga menyebabkan penyakit, seperti tifus, kolera, diare, serta gangguan gizi (malnutrisi).
Bahkan kondisi lingkungan yang semakin tidak stabil turut memengaruhi kesehatan mental masyarakat. Paparan panas ekstrem juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke, yang dalam kasus tertentu dapat berujung pada kematian.
Baca juga: Gunanti, Ayo Kolaborasi Shelter dan Animal Welfare untuk Hewan Terlantar
Perubahan iklim picu infeksi penyakit menular yang disebabkan air
Peneliti BRIN juga melakukan riset penyakit yang berkaitan dengan air. Bagaimana mengeksplorasi kemungkinan adanya korelasi antara infeksi penyakit menular dengan faktor lingkungan terkait dengan adanya perubahan iklim.
“Perubahan iklim yang terdiri dari perubahan temperatur, perubahan kelembapan, dan peningkatan curah hujan akan menyebabkan perubahan air permukaan, baik itu sungai, danau, aliran sungai, dan lahan basah, sehingga berkaitan dengan infeksi penyakit menular yang disebabkan oleh air,” kata Peneliti Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) BRIN, Andre Sihombing.
Penyakit menular yang disebabkan air antara lain water borne (penyakit yang ditularkan melalui air seperti kolera, tifus, hepatitis A), water based (penyakit yang disebabkan oleh cacing parasit yang hidup di air tercemar), water related (penyakit yang disebabkan oleh vektor/perantara seperti malaria dan demam berdarah), water washed (penyakit yang disebabkan oleh kekurangan akses air bersih seperti infeksi kulit/mata), dan water dispersed (penyakit yang disebabkan oleh air/kuman yang masuk ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan).
Baca juga: Pencarian Pendaki Hilang di Gunung Binaya Dilanjutkan Hingga 19 Mei 2025
Tinjauan literatur pada riset terdahulu, ditemukan beberapa riset dengan menggunakan analisa spasio temporal untuk memahami pola, tren, atau informasi mengenai risiko penyakit dalam perspektif geografis.
“Namun, penelitian terdahulu lebih berfokus pada penyakit terkait air yang ditularkan oleh vector. Belum meliputi semua klasifikasi penyakit yang disebabkan air,” beber Andre.
Riset ini juga dilakukan di area Jawa Barat yang dinilai merupakan daerah dengan curah hujan nomor tiga tertinggi di Indonesia, sehingga memiliki dampak besar pada dinamika air permukaan. Dataset dalam riset ini menggunakan data kesehatan BPJS, data iklim (ERA5 dan GSMAP), dan citra satelit Copernicus.
Signifikasi riset ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai distribusi geografis penyakit menular terkait air dan korelasinya dengan faktor sosial lingkungan dan perubahan air permukaan. Informasi ini juga dapat berguna bagi pemerintah dalam pencegahan dan prediksi penyebaran penyakit menular secara khusus terkait air dengan lebih komprehensif. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post