Minggu, 21 Desember 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Simocakap, Cegah Kebakaran Lahan Gambut Berbasis Teknologi dan Partisipasi Masyarakat

Dengan pemantauan realtime, Simocakap dapat mendeteksi kebakaran lahan dan mengukur kabut asap, sehingga membantu langkah mitigasi yang cepat.

Rabu, 23 Oktober 2024
A A
Tampilan aplikasi Simocakap untuk memantau cuaca, kebakaran lahan, dan kabut asap berbasis partisipasi masyarakat. Foto Dok. BRIN.

Tampilan aplikasi Simocakap untuk memantau cuaca, kebakaran lahan, dan kabut asap berbasis partisipasi masyarakat. Foto Dok. BRIN.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) meluncurkan Simocakap (Sistem Monitoring Cuaca Kebakaran Lahan dan Kabut Asap), sebuah sistem pemantauan cuaca, kebakaran lahan, dan kabut asap berbasis partisipasi masyarakat. Aplikasi ini dikembangkan untuk mengatasi permasalahan kompleks lahan gambut di Riau, salah satu wilayah dengan lahan gambut terluas di Indonesia.

“Simocakap merupakan platform monitoring pemantauan cuaca, kebakaran lahan, dan kabut asap berbasis partisipasi masyarakat,” kata Kepala Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Albertus Sulaiman dalam talkshow Bincang Sains Kawasan Bandung-Garut (Bisaan Bangga) bertajuk “Sistem Monitoring Cuaca, Kebakaran Lahan dan Kabut Asap”, Senin, 21 Oktober 2024.

Kehadiran Simocakap dinilai penting  karena Indonesia adalah negara dengan lahan gambut tropis terluas di dunia. Pendekatan sistem ini menggabungkan teknologi dan partisipasi aktif masyarakat untuk memantau dan mengidentifikasi situasi darurat atau kondisi cuaca secara realtime. Dengan Simocakap, masyarakat dapat berperan aktif untuk memantau kondisi lingkungan sekitar dan memberikan informasi terkini mengenai potensi kebakaran lahan.

Baca Juga: Pengamat UGM Ingatkan Prabowo, Swasembada Energi Butuh Komitmen Bukan Omon-omon

“Aplikasi ini dikembangkan BRIN untuk mendeteksi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sejak dini. Saat ini, area risetnya masih di Riau dan Pulau Bengkalis,” kata dia.

Wilayah Kabupaten Bengkalis sebagian besar terdiri dari lahan gambut yang rawan dan mudah terbakar saat musim kemarau. Juga mudah longsor saat penghujan, sehingga perlu perhatian serius.

Ia berharap ada dukungan Pemerintah Bengkalis terhadap aplikasi ini agar dapat meningkatkan pemahaman masyarakat dan pemangku kepentingan terkait pemantauan cuaca serta kebakaran lahan di wilayah Bengkalis dan sekitarnya.

Baca Juga: Banjir Bandang Terjang 176 Rumah Warga di Bone Bolango

Lewat Simocakap diharapkan masyarakat berperan aktif sebagai kontributor data yang diintegrasikan dengan hasil perekaman sensor cuaca. Informasi yang disajikan meliputi berbagai data cuaca, titik api, kualitas udara, dan tinggi muka air tanah dari berbagai sumber.

“Dengan pemantauan realtime, kami dapat mendeteksi kebakaran lahan dan mengukur kabut asap. Ini sangat membantu pengambil kebijakan untuk langkah mitigasi yang cepat,” ucap dia.

Menurut dia, Simocakap bukan sekadar aplikasi, tetapi juga langkah maju dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. Dengan melibatkan masyarakat secara aktif, diharapkan aplikasi ini dapat menjadi solusi efektif dalam mencegah kebakaran lahan dan menjaga kualitas udara di wilayah Riau.

Baca Juga: BMKG Sebut Gempa Pangandaran Dipicu Deformasi Batuan Dalam

Alasan lahan gambut perlu Simocakap

BRIN berkomitmen untuk terus mengembangkan Simocakap agar semakin bermanfaat bagi masyarakat luas. Teknologi aplikasi ini hasil dari kolaborasi riset antara BRIN dengan CSEAS-Kyoto University, STAIN Bengkalis, Politeknik Bengkalis, dan Universitas Riau.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: aplikasi SimocakapBRINkarhutlakebakaran lahan gambutpartisipasi masyarakatpemanasan global

Editor

Next Post
Distribusi ikan red devil (Amphilophus citrinellus) di Danau Toba bulan April 2024. Foto Dok. FPIK IPB University.

IPB University Teliti Populasi Ikan Red Devil yang Resahkan Nelayan Danau Toba

Discussion about this post

TERKINI

  • Masyarakat adat Awyu, Papua mengajukan permohonan kasasi ke MA terkait upaya mempertahankan kelestarian hutan Papua. Foto Dok. Walhi Papua.Walhi Papua Tolak Rencana Prabowo Buka Perkebunan Sawit di Papua
    In News
    Rabu, 17 Desember 2025
  • Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di kawasan Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Terancam Punah, DIY Didesak Terbitkan Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang
    In News
    Selasa, 16 Desember 2025
  • Evakuasi warga terdampak banjir di Bali pada Minggu, 14 Desember 2025. Foto BNPB.Banjir di Bali Menewaskan Seorang Turis Mancanegara
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • Penanganan darurat bencana Sumatra, pengerukan Sungai Aek Doras, Kota Sibolga, Sumatra Utara. Foto BNPB.Bencana Sumatra, Korban Tewas Mencapai Seribu Lebih
    In Bencana
    Senin, 15 Desember 2025
  • FAMM Indonesia bersama Kaoem Telapak menggelar "FAMM Fest: mempertemukan Suara, Seni, dan Rasa" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) pada 10 Desember 2025.Perempuan di Garis Depan Krisis Ekologis
    In News
    Sabtu, 13 Desember 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Indepth
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media