Wanaloka.com – Sebanyak 49,4 juta jiwa populasi Jawa Barat seluas 5,43 juta ha menghasilkan produksi sampah yang tinggi. Sampah yang dihasilkan dalam sehari bisa mencapai 24.790 ton. Komposisi sampah meliputi 43 persen sampah makanan, 15 persen sampah plastik, dan 12 persen sampah kertas.
“Jadi bagaimana kita bisa mengurangi 43 persen sampah sisa makanan dan 15 persen sampah plastik. Kalau sudah bisa kita tangani, harusnya beban pengolahan selanjutnya tidak berat lagi. Inilah tantangan kita,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja menyampaikan materi “Pegelolaan Sampah di Jawa Barat” dalam Webinar Kontribusi Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk Bangsa di Balai Pertemuan Ilmiah (BPI) ITB yang digelar secara bauran (hybrid) pada 22 September 2023.
Acara tersebut digelar Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (FGB ITB) dengan mengangkat tema “Permasalahan Pengelolaan Sampah Kota (Fokus: Pendidikan, Teknologi, dan Rencana Jangka Panjang)”.
Baca Juga: Ini Pemicu Gempa Dangkal Guncang Nias Selatan
Secara nasional, ada Target Kebijakan dan Strategi Daerah (Jakstrada) 2025. Sebanyak 70 persen penanganan sampah dan 30 persen pengurangan sampah.
Penanganan sampah berupa pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, hingga pengolahan. Sedangkan pengurangan sampah meliputi pembatasan penggunaan kantong plastik, bank sampah, Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle (TPS3R), Lubang Cerdas Organik, Eco Village, dan lain-lain.
“Ini yang terus kami kembangkan bagaimana mengurangi sampah dari sumber,” kata Setiawan.
Baca Juga: Kurangi Sampah Plastik Sekali Pakai, ITB Luncurkan Stasiun Isi Ulang Air Minum
Dari total timbulan sampah di ITB sebanyak 4,89 juta ton per tahun pada 2022, total sampah yang terkelola sebanyak 2,88 juta ton (59 persen). Meliputi proses pengurangan sebanyak 606.490,14 ton dan penanganan sebanyak 2.281.731,17 ton.
Strategi Pengelolaan Sampah di Jawa Barat
Kegiatan penanganan sampah di Jawa Barat meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.
Pemilahan harus dilakukan di perumahan, pasar, komersial, serta fasilitas sosial dan fasilitas umum. Ada 1.616 titik bank sampah unit di Jawa Barat dan 16 titik Bank Sampah Induk di Jawa Barat. Total sebanyak 5,2 juta ton/tahun sampah terkelola di Bank Sampah se-Jawa Barat.
Baca Juga: Turbulensi Kehutanan di Indonesia Berlangsung Sejak Lama, Mengapa?
Pengumpulan dikelola oleh aparat RT/RW. Edukasi terkait pemilahan sampah terus dilakukan agar pengelolaan sampah lebih efektif. Adapun pengangkutan dilakukan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota.
Penangan selanjutnya berupa pengolahan sampah sudah dilakukan di TPS3R. Jumlahnya mencapai 220 unit dan tersebar di 25 kabupaten/kota. Dalam tahap ini, dilakukan berbagai cara, seperti pengolahan dengan Maggot BSF (Black Soldier Fly) dengan total sampah yang terolah 178,86 ton per tahun di 10 pengolahan Maggot BSF di Jawa Barat; composting dengan total sampah terolah 1.422,67 ton di rumah kompos, dan 5.496,2 ton pada 10 pusat olah organik di Jawa Barat; hingga biodigester, yakni konversi sampah organik menjadi energi alternatif.
Sementara Regionalisasi Pengelolaan Persampahan di Jawa Barat dilakukan di empat Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional. Setiap TPPAS memiliki fokus teknologi pengolahan dan kapasitas sampah tersendiri. TPPAS Regional Legok Nangka menjadi salah satu dari regionalisasi pengelolaan persampahan selain di TPPAS Regional Lulut Nambo, TPPAS Regional Cirebon Raya, dan TPPAS Regional Bekarpur.
Baca Juga: PLTP Gunung Salak Diduga Picu Gempa, Masyarakat Sipil Kirim Surat ke BMKG
Pengolahan 85 persen sampah di TPPAS Regional Legok Nangka akan dilakukan dengan teknologi thermal yang menghasilkan listrik, sedangkan 15 persen residu diproses akhir di sanitary landfill. TPPAS tersebut memiliki kapasitas pengolahan 1.853 hingga 2.131 ton per hari.
Pengelolaan sampah mesti disosialisasikan sejak dini, baik melalui eco village hingga eco school.
“Pendidikan lingkungan tidak boleh ditinggalkan sejak anak-anak. Perlu dibina dan diketahui bahwa sampah adalah bagian dari kehidupan kita,” ujar Setiawan.
Baca Juga: Jabar Selatan Rawan Gempa, Badan Geologi: Gempa Garut Akibat Penujaman Sesar
Dalam diskusi hybrid tersebut, ia mengusulkan empat strategi penanganan sampah. Meliputi pengelolaan sampah perlu masuk ke dalam dunia pendidikan (Pendidikan dini sampai dengan pendidikan tinggi, termasuk pesantren); perlu penerapan polluter pays principle dan penegakan hukum; pengoptimalan tata kelola pengelolaan sampah mulai dari RT, RW, dan aparat kewilayahan untuk pengurangan sampah di sumber agar semakin efisien dan efektif; dan inovasi teknologi dengan prinsip zero waste (nol sampah) di setiap aktivitas.
Setiawan juga menekankan, bahwa penanganan persoalan sampah tidak bisa dilakukan sepihak, tetapi memerlukan banyak teknologi. Ia berharap tindak lanjut pertemuan tersebut akan ada sejumlah metode yang dapat diterapkan untuk penanganan sampah dalam waktu dekat dan untuk jangka panjang.
Strategi Pengurangan Timbulan Sampah
Pemateri lain, Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, Mochammad Chaerul menilai sampah saat ini sudah menjadi masalah dunia, bukan hanya regional. Salah satu persoalan utama adalah pengoperasian TPA yang belum memadai karena metode yang digunakan secara umum masih berupa open dumping. Metode itu tidak ada input rekayasa di dalamnya sehingga berpotensi menimbulkan banyak masalah.
Baca Juga: KLHK ke Jerman, Keluhkan UU Anti Deforestasi Uni Eropa yang Mengganjal SVLK
Kehadiran UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah seharusnya ditindaklanjuti dengan pengolahan TPA dengan controlled atau sanitary landfill. TPA pun semestinya bukan lagi tempat pembuangan akhir, tetapi menjadi Tempat Pemrosesan Akhir. Konsep yang diharapkan adalah pengurangan dan penanganan sampah dengan memaksimalkan potensi yang masih dimilikinya.
“Ketika bicara pengelolaan sampah, ada hierarki. Jadi mana tahapan yang harus lebih diprioritaskan,” kata Chaerul.
Discussion about this post