Tak tanggung-tanggung, negara seperti Amerika Serikat mengimpor ikan segar hingga 396,6 ton atau setara dengan US$4,05 juta. Kemudian produk seperti tuna, cakalang, dan gurita aktif diimpor Jepang dengan nilai 1,67 ribu ton atau sekitar US$10,88 juta. Melimpahnya komoditas hasil ikan segar Indonesia menyimpan potensi besar yang mampu mendobrak perekonomian.
Baca Juga: Warga Direlokasi Lebih 7 Kilometer dari Puncak Gunung Lewotobi Laki-laki
Sedangkan untuk sektor tambak atau akuakultur, perlu meningkatkan nilai tambah melalui sentuhan teknologi. Faktanya, budidaya rumput laut merupakan budidaya terbesar di Indonesia. Namun upaya untuk memberikan nilai tambah pada produk rumput laut masih sepertiga dari total produksi. “Belum lagi petani lokal harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan raksasa yang juga memasok rumput laut dari dalam negeri,” papar dia.
Upaya hilirisasi perikanan dapat dilakukan mulai dari proses awal produksi sampai ke tingkat pasar. Sebab, kepentingan produsen dalam negeri seperti nelayan juga perlu dilindungi agar tidak menimbulkan jurang ketimpangan dan masalah sosial baru di industri perikanan.
Yang tidak kalah penting, isu eksploitasi laut semakin marak muncul akibat penangkapan berlebihan. Sejak 2017, pertumbuhan ikan tangkap laut lepas tidak sampai 6 persen. Padahal penangkapan ikan terus dilakukan dalam skala mikro maupun makro.
Baca Juga: Waspada Cuaca Ekstrem, La Nina Tingkatkan Potensi Hujan Lebat Hingga Awal 2025
“Ketidakseimbangan antara ketersediaan ikan dan permintaan pasar menyebabkan produksi ikan melambat. Karenanya, aspek keberlanjutan perlu diperhatikan pemerintah dalam mengelola hilirisasi,” kata dia.
Selain itu, membuka investasi untuk hilirisasi tetap dibutuhkan, namun harus ada perlindungan bagi nelayan agar tidak terjadi ketimpangan yang menekan kesejahteraan nelayan. Sebab saat ini 20-30 persen produksi nelayan tidak dapat diserap baik oleh pasar. Kondisi ini menyebabkan pendapatan nelayan sangat rendah.
“Jika kebijakan hilirisasi ini dilakukan dengan memperbaiki rantai dingin (distribusi ikan) agar hasil tangkap nelayan dapat dipasarkan dengan baik, maka itu bagus. Tapi jika justru menimbulkan persaingan antara skala makro dan mikro, ini akan menjadi masalah,” jelas Suadi. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post