Wanaloka.com – Kepala Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto bersama Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hadi Wijaya meninjau Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) Lewotobi Laki-Laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Rabu, 6 November 2024 pagi. Mereka melihat kondisi seismograf aktivitas Gunung Lewotobi Laki-Laki dan melihat secara langsung kondisi puncak gunung dari Pos PGA.
Jarak Pos PGA ke puncak gunung sejauh tujuh kilometer. Sepanjang perjalanan menuju ke lokasi PGA, tampak rumah warga yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) yang berjarak 3-7 kilometer dari puncak. Saat ini, rumah-rumah tersebut dipastikan kosong karena penghuninya tengah mengungsi.
“Kenapa masyarakat masih ada yang tinggal dalam radius di bawah 7 kilometer? Karena terakhir erupsi tahun 2002. Mungkin masyarakat menganggap dalam waktu 20 tahun tidak ada apa-apa, tapi terjadi (erupsi). Ini menjadi catatan agar masyarakat tidak bisa lagi tinggal di bawah radius 7 kilometer,” terang Suharyanto.
Baca Juga: Waspada Cuaca Ekstrem, La Nina Tingkatkan Potensi Hujan Lebat Hingga Awal 2025
Seharusnya, sesuai aturan PVMBG,jarak terdekat adalah pos PGA. Kemudian rumah penduduk berada pada jarak lebih dari 9 kilometer dari puncak. Salah satu langkah mitigasi yang tepat menurut Suharyanto adalah merelokasi warga yang tinggal di wilayah KRB.
“Relokasi harus segera dilakukan. Nanti akan dikoordinasikan secara khusus, rumahnya ada ketentuan. Rumah yang dibangun untuk korban pascabencana tipe 90 meter persegi, rumah yang bisa dibangun dalam waktu satu minggu,” papar Suharyanto.
Bagi masyarakat yang direlokasi pun diminta tidak perlu khawatir akan kehilangan tanah dan lahan yang mereka miliki dalam radius 7 kilometer itu.
Baca Juga: Kasasi Ditolak MA, Perjuangan Suku Awyu Mempertahankan Hutan Papua Jalan Terus
“Lahan-lahan masyarakat ini tetap hak milik masyarakat, tapi tidak boleh ditempati,” tutur Suharyanto.
Upaya mitigasi
Bencana yang sudah terjadi beberapa hari lalu, dijadikan pengalaman berharga untuk masyarakat agar mentaati instruksi pihak-pihak yang berwenang. Dan bagi pemerintah diminta untuk melakukan langkah-langkah peningkatan kesiapsiagaan.
BNPB dan PVMBG Badan Geologi akan membawa ahli untuk memetakan kondisi gunung. Kemudian memasang early warning system sebagaimana yang di Gunung Marapi di Sumatra Barat dan Gunung Ibu di Halmahera Barat.
Baca Juga: Solusi Food Waste di Jakarta, Sampah Hotel Restoran Kafe Tak Masuk TPA
“Paling tidak dengan adanya alat yang lebih canggih peringatan kepada masyarakat lebih baik,” kata Suharyanto.
Meskipun kelak alat tersebut dipasang, namun sehebat apapun alatnya, belum ada yang bisa memprediksi secara tepat kapan letusan akan terjadi.
“Yang harus dijadikan catatan, manusia tetap berusaha. Tapi terkait saat tepat sebuah gunung bisa Meletus, tidak bisa diprediksi,” ucap dia.
Baca Juga: BMKG Prediksi Sepanjang 2025 Tidak Ada Anomali Iklim
Korban tewas 9 orang
Jumlah pengungsi yang sebelumnya tercatat sebanyak 2.472 jiwa kini meningkat menjadi 4.436 jiwa, tersebar di beberapa titik pengungsian yang tersebar di enam kecamatan. Sedangkan korban erupsi, hingga kini tercatat 9 orang tewas (bukan 10 orang), sementara 31 orang mengalami luka berat dan 32 orang lainnya luka ringan. Korban luka dirawat di RSUD Henrikus Fernandez Larantuka.
Saat ini yang masih dirawat berjumlah 5 orang dengan kondisi bervariasi, yakni luka berat 1 orang dan 4 orang lainnya luka sedang.
Discussion about this post