“Sebetulnya pemerintah memberikan edukasi literasi pembiayaan pada para petani melalui kelompok tani atau tokoh-tokoh petani serta mendekatkan layanan pembiayaan ke desa-desa,” jelas dia.
Baca Juga: Bumi Rusak, Dampak Manusia Abaikan Ibadah dengan Urusan Lingkungan
Keterbatasan pemahaman teknologi
Ketiga, keterbatasan pemahaman teknologi di kalangan petani membuat proses usaha tani menjadi kurang efektif dengan hasil produksi yang tidak maksimal. Salah satu bukti nyata adalah biaya produksi beras yang mencapai Rp5.500/kg di Indonesia, hampir dua kali lipat dari biaya produksi di Vietnam yang hanya Rp2.900/kg saja.
Subejo menguraikan sistem produksi pertanian di Indonesia termasuk dalam ekonomi berbiaya tinggi. Perlu dicarikan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan efisiensi produksi pertanian misalnya peningkatan dan pengorganisasian skala usaha atau konsolidasi lahan, mekanisasi pertanian, penyuluhan pertanian dan edukasi petani supaya konsisten menggunakan sumber daya lebih efisien.
“Bisa juga dilakukan dengan mengintroduksi inovasi yang lebih efisien misalnya hemat air dan hemat pupuk,” imbuh dia.
Baca Juga: Pelibatan Petani Lokal dan Petani Muda Jadi Kunci Keberhasilan Food Estate?
Uang hasil panen cepat habis
Keempat, yang perlu diatasi juga adalah krisis manajemen yang dialami petani. Mayoritas petani di Indonesia mengandalkan lahannya untuk bertahan hidup. Tidak jarang, uang hasil panen digunakan untuk kebutuhan hidup harian tanpa persiapan matang untuk proses penggarapan lahan pada musim tanam berikutnya.
Masalah manajemen inilah yang membuat kualitas dan kuantitas produksi pertanian sulit meningkat secara signifikan. Subejo beranggapan petani belum melakukan farm record sehingga tata kelola pertaniannya berubah-ubah dari waktu ke waktu dan sulit mengantisipasi resiko produksi.
Pengembangan kelembagaan petani yang kuat sangat penting karena dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing petani. Ia menambahkan, diversifikasi produk juga perlu dipikirkan supaya output yang dihasilkan tidak hanya bahan mentah namun dikombinasi dengan produk olahan atau produk sekunder.
Baca Juga: Zulfiadi Zulhan, Produksi Logam Tanpa Jejak Karbon Lewat Reaktor Plasma Hidrogen
“Lebih baik dikombinasi dengan jasa, seperti agro wisata sebagai produk tersier. Pastinya bisa meningkatkan sumber pendapatan petani pada masa-masa mendatang,” ucap dia.
Terkait usaha pemerintah yang selalu rutin mengeluarkan kebijakan impor beras untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri, Subejo menilai itu bukanlah solusi jangka panjang yang tepat. Sebab pemerintah hanya mencari solusi bersifat teknis, bukan menyentuh akar masalah krisis pangan. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post