Wanaloka.com – Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Zenzi Suhadi mengingatkan bahwa kerusakan yang dialami Indonesia saat ini terjadi karena keputusan politik negara dalam memilih ekonomi ekstraktif. Serta kegagalan negara mengenali dan menggali corak ekonomi rakyatnya.
”Inilah kalau negara tidak bisa membedakan antara pemegang saham dan pemegang mandat. Para pengurus negara mengelola negara seolah-olah mereka menjadi pemilik tanah air ini,” tegas Zenzi saat membuka Pekan Rakyat Lingkungan Hidup bertema “Our 24: Perubahan Indonesia 2024”dalam rangka peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 4 Juni 2023.
Sementara rakyat Indonesia adalah pemilik sah kekayaan nusantara yang saat ini dirampas segelintir orang.
Baca Juga: Yogyakarta Diguncang Gempa Dangkal 6,0 Magnitudo Aftershocks 29 Kali Terjadi
”Kita harus berdiri di tanah kita, berenang di laut kita, supaya para begundal pencuri, perampas hak rakyat tahu nusantara ini masih ada pemiliknya,” ucap Zenzi.
Ketua Dewan Nasional WALHI, Reynaldo Sembiring juga mengingatkan, memasuki tahun politik 2024, Indonesia dilanda tiga krisis, krisis ekonomi, krisis iklim, dan krisis kebenaran.
“Tidak ada aktor politik yang membicarakan perlindungan. Semua sibuk membicarakan agenda-agenda elit. Ini adalah kemunduran dalam demokrasi,” tukas Reynaldo.
Baca Juga: Kemarau Lebih Kering Tujuh Provinsi Ini Berpotensi Karhutla Lebih Besar
Bersama perwakilan berbagai unsur masyarakat, Walhi mendiskusikan situasi kebangsaan terkini dan menggagas perubahan-perubahan untuk Indonesia ke depan yang lebih berkeadilan sosial-ekologis. Kegiatan ini merupakan rangkaian kedua dari Pekan Rakyat Lingkungan Hidup 2023 yang berlangsung di Hotel Park Regis Arion, Kemang.
Bertepatan dengan bulan Pancasila, Walhi merefleksikan kembali nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila melalui diskusi yang terbagi dalam lima diskursus nilai Pancasila. Meliputi demokrasi, humanity, solidarity, interfaith, dan keadilan sosial-ekologis. Walhi menilai penting merefleksikan kembali cita-cita bangsa dalam Pancasila untuk merumuskan gagasan penyelamatan lingkungan dan pemulihan sosial.
Diskursus interfaith mengusung tema “Iman dan Penyelamatan Bumi” dengan berbagai tokoh agama dan kepercayaan sebagai narasumber, seperti Pdt. Binsar J Pakpahan, Bhikkhu Dhammasubho, KRHT P. Astono Chandra Dana, Hening Parlan, dan Dr. Hayu Prabowo. Mereka menyoroti keterlibatan aktif tokoh agama dan institusi keagamaan dalam penyelesaian persoalan sosial dan lingkungan secara struktural. Bahwa seluruh ciptaan Tuhan YME bersifat utuh dan holistik, sehingga kerusakan pada satu bagian ciptaan adalah ancaman kerusakan pada ciptaan lain. Eksplotasi alam yang merusak keutuhan ciptaan, sesungguhnya telah melanggar nilai-nilai keimanan.
Baca Juga: Sukabumi Diguncang Gempa Dangkal 5,1 Magnitudo
“Seruan pesan ajaran agama yang berperspektif ekologis kepada umat atau jemaat ini harus dibarengi keteladanan melalui berbagai tindakan nyata,” ujar mereka.
Discussion about this post