Wanaloka.com – Tambang batu bara di Prambahan, Kota Sawahlunto, Sumatra Barat kembali meledak, 9 Desember 2022 pukul 08.00 WIB. Akibatnya, 10 orang tewas, 1 orang luka berat atau kritis, dan 1 orang luka ringan. Para korban ditemukan di kedalaman antara 100-300 meter. Saat ditemukan, para korban mengalami luka bakar di beberapa bagian tubuh.
Berdasarkan siaran pers Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Barat, tambang batu bara tersebut dikelola oleh PT NAL. Sementara kasus-kasus kecelakaan tambang batu bara di Sawahlunto merupakan peristiwa yang terus berulang.
Berdasarkan desk riset Walhi, sejak 2009-2022, lebih kurang 50 orang meninggal dunia dan belasan orang luka-luka akibat kecelakaan di pertambangan batu bara. Sejumlah perusahaan tambang batu bara yang teridentifikasi pernah terjadi kecelakaan kerja adalah PT Dasrat, PT NAL, PT BMK, CV Tahiti Coal.
Baca Juga: Terungkap, Gempa Cianjur Dipicu Sesar Baru Cugenang yang Melewati Sembilan Desa
Analisis Walhi menunjukkan, korban tambang berbanding lurus dengan persoalan buruknya tata kelola tambang. Pengelolaan tambang terus berfokus pada eksplotasi sumber daya alam, tanpa memperhatikan aspek keselamatan manusia dan lingkungan. Selain itu, sejumlah pelanggaran oleh perusahaan tambang seringkali tidak mendapat penanganan serius oleh pemerintah, bahkan cenderung diabaikan.
Akibatnya, eksploitasi sumber daya alam tak terbarukan ini terus menuai beragam persoalan dan menabur bencana bagi pekerjanya, masyarakat sekitar, dan lingkungan. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara juga memberi ruang beragam persoalan tambang menjadi langgeng. Bahkan UU baru tersebut sangat sentralistik, sehingga menjadi celah baru ‘lepasnya’ tanggungjawab pemerintah daerah untuk memastikan operasional tambang sesuai aturan.
Baca Juga: Status Gunung Semeru Turun ke Level Siaga
Salah seorang warga Sawahlunto menyampaikan testimoninya saat menginformasikan kecelakaan tambang itu kepada Walhi Sumatera Barat melalui telepon.
“Kami sedih, masyarakat selalu jadi korban. Pemerintah dan perusahaan semestinya lebih memperhatikan keselamatan warga, mendengar dan menindaklanjuti laporan-laporan warga, tidak menakut-nakuti warga. Kami hanya ingin tambang batu bara tidak lagi memakan korban, baik bagi karyawannya, ataupun masyarakat yang hidup di sekitar tambang. Sebaiknya pemerintah menciptakan lapangan pekerjaan atau ekonomi alternatif yang lebih aman dan tidak merusak lingkungan”.
Walhi Sumatra Barat berharap peristiwa tersebut merupakan persitiwa terakhir. Sekaligus menjadi titik tolak pengelolaan tambang yang lebih memperhatikan aspek keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup.
Baca Juga: Dana Perbaikan Rumah Dampak Gempa Cianjur Diterima 647 Warga Nagrak
Penyebab Ledakan Masih Diselidiki
Discussion about this post