Sebaliknya, perusahaan malah memberi sanksi terhadap para pekerja yang menuntut hak-hak mereka, seperti kejadian yang dialami Minggu Bulu dan Amirullah. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka atas peristiwa bentrokan antar pekerja pada 14 Januari 2023 lalu, yang diduga buntut aktivitasnya dalam mengadvokasi hak-hak pekerja lainnya.
Baca Juga: FGD Peta Jalan Teknologi dan Inovasi dalam Industrialisasi Kebencanaan
“Pemerintah jangan hanya kampanye hilirisasi nikel saja dengan angin surga atas keuntungan yang diperoleh tanpa melihat kenyataan di lapangan. Nyawa melayang, hidup sengsara akibat kawasan yang kacau dan amburadul,” seru Aulia.
Konsep hilirisasi di industri mineral kritis ternyata memiliki banyak risiko yang berdampak pada kehidupan dan keselamatan lingkungan maupun buruh. Membuka lapangan pekerjaan harus selaras dengan menciptakan kesejahteraan, termasuk jaminan keselamatan dan perlindungan pekerja.
“Hilirisasi nikel yang dibangga-banggakan Presiden Jokowi hanyalah omong-kosong,” tukas Edy.
Proyek Merusak Lingkungan
IMIP tumbuh dengan modal yang besar. China–Asean Invesment Cooperation Fun memegang saham 24 persen di PT Sulawesi Mining Investment (SMI). Sementara Shanghai Decent mengontrol 46,55 persen saham di PT SMI, ditambah lagi beberapa modal dari bank asing, seperti Bank of China, EXIM Bank of China, HSBC.
Baca Juga: Aroma Dugaan Korupsi Sektor Tambang Gubernur Maluku Utara, Jatam: Usut!
IMIP yang diresmikan pada 2013 lalu menunjukkan kepesatan dalam mendapatkan keuntungan. Terbukti, Thingshan Group menjadi perusahaan terbesar di dunia dalam bidang pengelolaan nikel. PT IMIP pun memperoleh investasi sebesar US$10,20 atau setara RP147 triliun dengan pajak dan royalti yang disetor ke negara sejak 2015-2020 sejumlah RP306,87 miliar (2015) naik menjadi 5,38 triliun (2020).
Permasalahan ketenagakerjaan di IMIP sejalan dengan keprihatinan besar di Indonesia mengenai dampak lingkungan dari industri nikel. Menurut laporan Brookings Institute pada September tahun lalu, sektor nikel di Indonesia “sangat intensif karbon dan merusak lingkungan,” karena ketergantungannya pada batu bara.
Lebih dari 8.700 hektare hutan hujan telah hancur di Kabupaten Morowali Utara, tempat IMIP bermarkas, sejak tahun 2000. Menurut analisis Greenpeace Indonesia, pohon-pohon itu ditebangi untuk dijadikan lahan pertambangan, pabrik peleburan, dan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan.
Baca Juga: Antisipasi Cuaca Ekstrem Libur Nataru, BMKG Minta Update Prakiraan Cuaca
Audit, Evaluasi dan Proses Hukum
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra menggarisbawahi tragedi ledakan tabung yang terjadi di Morowali merupakan buah dari pengabaian skema kerja yang layak dan serampangan. Diperkuat indikasi pada status IMIP yang merupakan proyek strategis nasional (PSN) yang sudah memakan banyak korban manusia atas nama pembangunan dan percepatan hilirisasi ekonomi.
“Penting untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap PSN agar mencegah berulangnya tragedi dan korban jiwa,” tegas Dimas.
Lingkar Belajar Buruh menambahkan, tragedi di ITSS – IMIP sudah seharusnya ada audit yang jelas dari lembaga independen soal keselamatan kerja di sana atau industri smelter pada umumnya. Tujuannya agar tidak ada lagi kecelakaan seperti yang telah terjadi dan hentikan untuk menyalahkan pekerja (human error) sebagai penyebabnya.
Baca Juga: Walhi: Investasi Resort di Kawasan Karst Ancaman Kekeringan di Gunungkidul
Dan menurut Jurukampanye Mineral Kritis Trend Asia, Arko Tarigan, evaluasi menyeluruh juga perlu dilakukan terhadap semua kawasan industri pengolahan nikel yang ada di Indonesia. Evaluasi itu tidak terbatas pada audit kondisi kerja, tetapi juga bagaimana perusahaan memperlakukan para pekerjanya.
“Banyak kriminalisasi terjadi pada karyawan termasuk ketika mereka menuntut perbaikan kondisi kerja,” kata Arko.
Hasil evaluasi dan audit itu juga harus melibatkan pihak-pihak terkait dan disampaikan kepada mereka yang terdampak, baik langsung maupun tidak atas aktivitas industri di IMIP. Apalagi pemerintah selalu mengumbar pernyataan, bahwa proyek strategis nasional seakan menjadi prioritas perlindungan.
“Namun itu hanya melindungi pemilik modal. Kejadian ini harusnya menjadi bencana nasional dimana pemerintah harus memprioritaskan penyelesaiannya,” tambah Arko.
Baca Juga: Ini Alasan KKP Hentikan Pengerukan Pasir Timah PT EUM di Kepri
Lembaga-lembaga masyarakat sipil itu pun mendesak kepolisian melakukan proses hukum dan memberikan sanksi pidana kepada pengelola kawasan industri dan perusahaan di dalamnya yang lalai berulang kali dalam memperbaiki kondisi kerja sehingga mengakibatkan banyak korban jiwa.
“Kami juga meminta Komnas HAM segera melakukan penyelidikan di kawasan industri atas berbagai pelanggaran hak dan perlakuan tidak manusiawi kepada pekerja yang terus berulang dan hanya menyengsarakan hidup pekerja,” kata perwakilan LBH Makassar, Abdul Azis Dumpa. [WLC02]
Discussion about this post