Sabtu, 28 Juni 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

UU Keadilan Iklim dan UU Masyarakat Adat Penopang Perempuan Pejuang Lingkungan

Kamis, 13 Maret 2025
A A
Diskusi Urgensi UU Keadilan Iklim dan UU Masyarakat Adat sebagai Payung Hukum Perlindungan Hak-Hak Perempuan atas Wilayah dan Sumber-Sumber Penghidupan. Foto Istimewa.

Diskusi Urgensi UU Keadilan Iklim dan UU Masyarakat Adat sebagai Payung Hukum Perlindungan Hak-Hak Perempuan atas Wilayah dan Sumber-Sumber Penghidupan. Foto Istimewa.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Undang-Undang Keadilan Iklim dan Undang-Undang Masyarakat Adat dibutuhkan sebagai payung hukum spesifik melindungi perempuan adat dan perempuan pejuang lingkungan, juga memastikan akses yang setara terhadap sumber-sumber penghidupan, serta menjamin perlakuan yang adil di hadapan hukum.

Moriska Pasally dari WALHI Nasional mengemukakan, perempuan pejuang lingkungan dan perempuan adat menghadapi risiko berlapis. Mereka tidak hanya sering dipinggirkan dalam komunitasnya karena identitas gender, tetapi juga harus menghadapi dampak krisis iklim yang semakin parah serta konflik perampasan ruang hidup. Selain itu, mereka juga harus berhadapan dengan kebijakan negara yang kerap mengabaikan suara perempuan.

“Oleh karenanya, pengesahan UU Keadilan Iklim dan UU Masyarakat Adat menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan keadilan sosial dan ekologis bagi perempuan,” ujar Moriska.

Tema ini menjadi topik bahasan utama dalam diskusi publik bertajuk “Urgensi UU Keadilan Iklim dan UU Masyarakat Adat sebagai Payung Hukum Perlindungan Hak-Hak Perempuan atas Wilayah dan Sumber-Sumber Penghidupan” yang digelar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia bersama Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional.

Baca Juga: UU Masyarakat Adat adalah Janji Pilpres 2014 yang Belum Dipenuhi

Diskusi menghadirkan narasumber di antaranya, Maria M. M Kbar (Perempuan Mpur Kebar, Tambrauw Papua Barat Daya), Asmania (Perempuan Pejuang Pulau Pari), Fatum Ade (Perhimpunan Jiwa Sehat), Mia Siscawati (Ketua Program Studi Kajian Gender, Program Kajian Gender, Sekolah Kajian Stratejik Global, Universitas Indonesia), Moriska Pasally (WALHI Nasional), Veni Siregar (Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat) dan Saffanah Rezky Azzahrah Andrian (Peneliti ICEL dan Perwakilan Aliansi Rakyat Untuk Keadilan Iklim (ARUKI), dengan moderator Luluk Uliyah (MADANI Berkelanjutan).

Perempuan pejuang dari Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Asmania menceritakan bagaimana krisis iklim berdampak besar pada perempuan pesisir, termasuk perempuan di Pulau Pari yang menghadapi beban ganda.

Menurutnya, dulu laut memberikan penghidupan yang melimpah di Pulau Pari, kaya akan potensi budidaya rumput laut dan ikan kerapu dan ini berkembang pesat, hingga menjanjikan masa depan yang cerah. Namun, krisis iklim membuat nelayan semakin sulit melaut, jarak tangkap semakin jauh, dan situasi diperparah oleh keberadaan korporasi.

Saat warga berjuang menjaga wilayah pesisir dengan menanam mangrove, rumah dari beragam biota laut, korporasi justru datang dan membabatnya tanpa peduli.

Baca Juga: AMAN Desak Pemerintahan Prabowo Sahkan RUU Masyarakat Adat dalam 100 Hari Pertama

“Beban perempuan semakin berat, menghadapi krisis iklim sekaligus harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kami, perempuan Pulau Pari, harus berdaya, sehingga kami membentuk kelompok yang dikelola oleh perempuan nelayan untuk menjaga dan melindungi pulau kami, karena laut adalah ibu kami, merusaknya sama dengan menyakiti perempuan,” ungkap Asmania.

Peneliti ICEL dan perwakilan ARUKI (Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim), Saffanah mengutarakan, krisis iklim tidak berdampak pada semua orang secara setara. Perempuan dan anak perempuan acap kali mengalami dampak yang tidak proporsional dari perubahan iklim.

“Belum ada regulasi yang mengatur secara khusus mengenai perubahan iklim sehingga menimbulkan terjadinya kekosongan hukum. Kondisi ini berdampak pada perlindungan hak perempuan adat dalam konteks perubahan iklim. Oleh karena itu, diperlukan RUU Keadilan Iklim untuk memberikan perlindungan yang layak kepada masyarakat rentan yang paling terdampak oleh perubahan iklim. Kami (ARUKI) meminta Pemerintah dan DPR untuk serius dalam merancang RUU Keadilan Iklim yang melibatkan partisipasi bermakna dari kelompok rentan, termasuk perempuan adat,” kata Saffanah.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: Aliansi Masyarakat Adat NusantaraAliansi Rakyat untuk RUU Keadilan Iklimkeadilan iklimKoalisi Kawal Rancangan Undang-Undang Masyarakat AdatTim Advokasi Keadilan Iklim

Editor

Next Post
Ilustrasi pembukaan hutan untuk pertambangan emas. Foto Mhy/pixabay.com

Tambang Ilegal Asal Kanada Nekad Beroperasi, Warga Sangihe Tuntut Penegakan Hukum

Discussion about this post

TERKINI

  • Anggrek Dendrobium azureum. Foto Yanuar Ishaq Dwi Cahyo/Fauna & Flora International-Indonesia Programme.Anggrek Biru Raja Ampat Terancam Punah, Tapi Tak Dilindungi Hukum Indonesia
    In Rehat
    Jumat, 27 Juni 2025
  • PLTP Blawan Ijen, Kabupaten Bondowoso yang diresmikan secara hybrid oleh Presiden Prabowo Subianto, Kamis, 26 Juni 2025. Foto: BPMI Setpres.Prabowo Resmikan 55 Proyek Energi Panas Bumi dan Surya, Klaim Nol Emisi Karbon Tepat Waktu
    In News
    Jumat, 27 Juni 2025
  • Lahan proyek food estate yang memakan lahan hutan. Foto Dok. Greenpeace.Komisi IV DPR Janji Undang Aktivis Lingkungan untuk Bahas UU Baru Kehutanan
    In News
    Kamis, 26 Juni 2025
  • Patroli tim Manggala Agni pasca kebakaran hutan di TNTN, Mei 2025. Foto TNTN.Walhi Riau Ingatkan Penertiban Taman Nasional Tesso Nilo Jangan Represif dan Militeristik
    In Lingkungan
    Kamis, 26 Juni 2025
  • Bentrokan di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada Kamis, 7 September 2023, terkait proyek pembangunan kawasan Rempang Eco-City. Foto walhiriau.or.id.Seruan Tokoh Lintas Agama, Tolak PSN yang Merusak Lingkungan dan Menggusur Rakyat
    In Lingkungan
    Rabu, 25 Juni 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media