Rabu, 18 Juni 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Walhi: Ekonomi Biru Dorong Perampasan Ruang Laut di Indonesia, Ini Catatannya

Warna biru merepresentasikan ekonomi kapitalis berintikan pasar dan modal, begitu aliran ekonomi Johan Galtung.

Rabu, 20 September 2023
A A
Ilustrasi kapal penangkap ikan. Foto moritz320/pixabay.com.

Ilustrasi kapal penangkap ikan. Foto moritz320/pixabay.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Ekonomi biru bukanlah solusi untuk tata kelola laut di Indonesia, mengingat secara mendasar laut di Indonesia masih diposisikan menjadi ruang kompetisi terbuka (mare liberum). Doktrin mare liberum atau laut bebas yang digagas ahli hukum Belanda, Hugo de Groot alias Hugo Grotius, kemudian dipadukan dengan ekonomi pasar modern justru mendorong terjadi eksploitasi sumber daya laut secara berlebih.

Doktrin mare liberum menjadi dasar dari konsep laut sebagai open acces. Di mana laut diposisikan menjadi ruang kompetisi antara nelayan atau masyarakat dengan industri skala besar, kontrol dan akses tidak diberikan kepada masyarakat pesisir, siapa pun yang memiliki power dapat mengeksploitasi sumber daya di wilayah tersebut.

Dalam situasi ini, ruang tangkap nelayan tradisional tidak mendapatkan pengakuan, terutama dalam peraturan perundangan. Pemerintah lebih memprioritaskan untuk memberi akses terbuka kepada siapa pun atas dasar siapa kuat (secara finansial).

Baca Juga: Christopher Stremme: EEHV Jadi Penyebab Kematian Misterius Anak Gajah

“Kondisi ini mengakibatkan tragedi kepemilikan bersama (tragedy of the commons),” kata Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Parid Ridwanuddin dalam diskusi publik mengenai The Commons dan Blue Economy yang digelar Social Research Center (Sorec) Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan Tranparency International (TI) Indonesia pada 14 September 2023.

Asal-usul Ekonomi Biru
Saat ini, Walhi sedang menulis buku berjudul “Ekonomi Biru versus Ekonomi Nusantara” bersama Muhammad Karim, seorang akademisi kelautan dan perikanan. Dalam buku disebutkan bahwa jauh sebelum Guntter Pauli mempopulerkan ekonomi biru (blue economy) pada tahun 2010, ekonomi berlabel warna-warni sudah pernah dikupas Johan Galtung seorang pemikir radikal terkemuka. Ia mengulas dalam bukunya berjudul Peace by Peaceful Means: Peace and Conflict, Development and Civilization, tahun 1996.

Galtung mengelompokkan sejumlah aliran pemikiran ekonomi bersimbolkan warna-warna di dunia ini. Ia memulainya dengan aliran tiga warna dasar yaitu: merah, biru dan hijau. Pertama, warna biru merepresentasikan ekonomi kapitalis berintikan pasar dan modal. Kedua, warna merah melambangkan ekonomi sosialis yang bertumpu pada kuatnya peran negara dan kekuasaan. Ketiga, warna hijau mewakili ekonomi negara-negara dunia ketiga yang sedang berkembang, dan bersendikan masyarakat sipil (civil society) dan dialog.

Baca Juga: PSN Pulau Rempang, Ombudsman Sebut Ada Potensi Maladministrasi

Di tangan Gunter Pauli, ekonomi biru didefinisikan menjadi model bisnis yang terinspirasi dari alam dengan cara melakukan inovasi dalam memanfaatkan sumberdaya dan produk limbah untuk menciptakan 100 juta hingga lapangan kerja hingga 2020, menghasilkan tambahan keuntungan bisnis (revenue) dan mencapai zero emisi dunia pada tahun 2050.

Walhi mencatat, sampai saat ini telah ada delapan definisi mengenai ekonomi biru yang berkembang. Konsep ini bercampur dengan blue growth, marine economy, dan ocean economy, yang jumlahnya cukup banyak.

“Terdapat dua poin utama dalam konsep ekonomi biru, yaitu mendorong pertumbuhan industri, sekaligus arah pembangunan yang memprioritaskan investasi swasta,” kata Parid.

Baca Juga: Yonvitner: Mangrove Ibarat Ibu yang Diperlukan untuk Mengasuh Banyak Anak

Satu hal yang tak kalah penting diperhatikan dalam ekonomi biru ini adalah ekonomi biru sangat bias negara-negara utara (global north) yang selama ini menjadi kontributor utama emisi global dan mengeksploitasi sumber daya laut dunia.

Ekonomi Biru di Negara Lain
Draf buku itu juga menyampaikan pengalaman penerapan ekonomi biru sekaligus menggarisbawahi dampaknya di berbagai negara. Di Zanzibar, Tanzania, dan Chile, ekonomi biru melahirkan diskriminasi gender yang meminggirkan partisipasi perempuan dalam tata kelola perikanan melalui ketidakadilan prosedural pada perikanan skala kecil.

Selanjutnya, di negara Palau dan Pohnpei, ekonomi biru menyebabkan tragedi komoditas yang menyebabkan tingkat depresi stok teripang, masyarakat pesisir kehilangan hak kelola, kesenjangan dan kemiskinan meningkat serta krisis ekologi, dan perubahan iklim kian massif. Di Papua Nugini, ekonomi biru terbukti menggerus makna geo-spiritual masyarakat pulaunya, mengganggu keberlanjutan mata pencaharian masyarakat pulau, degradasi sumber daya alam dan kerusakan ekologi pulau kecil.

Baca Juga: Pemerintah Pilih Kebijakan Ekonomi Ekstraktif, Untung Tapi Merusak Lingkungan

Sementara di Namibia, ekonomi biru hanya menjadi justifikasi proyek-proyek pertambangan laut dalam, mendorong degradasi lingkungan dan dampak sosial yang negatif, utamanya terhadap mata pencaharian dalam sektor perikanan Namibia. Di Seychelles, sebuah negara Afrika di Samudera Hindia, ekonomi biru menyebabkan industri perikanan tunanya dikuasai armada Uni Eropa serta perikanan skala kecil hingga masyarakat adat terpinggirkan.

Ekonomi Biru di Indonesia
Dalam kekacauan konseptual dan bias kepentingan negara-negara utara, ekonomi biru dikampanyekan pemerintah Indonesia dalam berbagai forum internasional, sekaligus diarusutamakan dalam pembangunan ekonomi kelautan. Khususnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: Doktrin mare liberumekonomi birukrisis ekologipenangkapan ikan terukurperubahan iklimruang lautshrimp estateWalhi

Editor

Next Post
Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Budi Setiadi Daryono. Foto sustainabledevelopment.ugm.ac.id.

Budi Setiadi: Teknologi AI Berperan Mengelola dan Melestarikan Sumber Hayati

Discussion about this post

TERKINI

  • Pulau kecil Wawonii yang terancam ekosistemnya akibat aktivitas tambang nikel. Foto jatam.org.Izin Pinjam Pakai Hutan untuk Tambang Nikel di Pulau Kecil Wawonii Dicabut
    In Lingkungan
    Selasa, 17 Juni 2025
  • Tangkapan layar video yang menunjukkan kolom abu vulkanik yang membumbung tinggi dari erupsi Gunungapi Lewotobi Laki-Laki, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Selasa, 17 Juni 2025 sore. Foto BPBD Kabupaten Flores Timur.Status Awas Lagi, Tinggi Kolom Abu Erupsi Lewotobi Laki-laki Capai 10 Km Lebih
    In Bencana
    Selasa, 17 Juni 2025
  • Dua perempuan menanam padi di sawah. Foto Wanaloka.com.Teknik Alternate Wetting and Drying Hasilkan Padi Berkualitas dan Rendah Karbon
    In IPTEK
    Senin, 16 Juni 2025
  • Ilustrasi emisi karbon akibat deforestasi. Foto bones64/pixabay.comDokumen Second NDC Disusun, Menhut Minta Lebih Realistis dan Teknokratis
    In News
    Senin, 16 Juni 2025
  • Peneliti Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) IPB University, Maryati Surya. Foto Dok. IPB University.Maryati Surya, Tupai dan Bajing Itu Tak Sama
    In Sosok
    Minggu, 15 Juni 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media