Baca Juga: Presiden Jokowi Tegaskan Warga di Episenter Gempa Cianjur Prioritas Direlokasi
Pasal 218, Pasal 219 dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap Pemerintah.
Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
Pasal 264 yang mengatur tindak pindana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
Pasal 280 yag mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
Baca Juga: Kisah Penyintas Gempa Cianjur yang Tak ‘Menyerah’
Pasal 300, Pasal 301 dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Baca Juga: Komnas HAM akan Bentuk Tim Ad Hoc untuk Selidiki Lagi Kasus Kekerasan di Wadas
AJI juga menilai pembahasan RKUHP tidak transparan dan tidak memberikan ruang kepada publik untuk dapat berpartisipasi secara bermakna. Pemerintah dan DPR belum pernah menjelaskan pertimbangan-pertimbangan yang diambil terkait masukan-masukan dari publik, termasuk komunitas pers.
Anggota Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan pengesahan RKUHP oleh DPR, merupakan ancaman bagi kemerdekaan pers, karena banyak pasal yang bermasalah. Pengaturan pidana pers dalam RKUHP, menciderai regulasi yang sudah diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Upaya kriminalisasi dalam RKUHP, tidak sejalan dengan aturan dalam UU Pers. Sebab unsur penting berdemokrasi adalah dengan kemerdekaan berbicara, kemerdekaan berpendapat serta kemerdekaan pers. Itu mewujudkan kedaulatan rakyat,” papar Ninik dilansir dari laman independen.id.
Baca Juga: Dampak Gempa Garut Merusak Bangunan dan Melukai Warga
Sejauh ini, Ninik melanjutkan, Dewan Pers telah menyampaikan kepada Presiden, bahwa RKUHP masih bermuatan membatasi kemerdekaan pers, dan berpotensi mengkriminalisasi karya jurnalistik.
“Seharusnya, kemerdekaan pers dan berpendapat tercermin dalam RKUHP yang baru. Karena kemerdekaan pers menjadi unsur penting menciptakan kehidupan bermasyarakat yang demokratis,” kata Ninik.
Terkait penolakan pengesahan RKUHP oleh masyarakat sipil, Anggota Komisi III DPR, Supriansa menyatakan Komisi III dan pemerintah membuka ruang bagi masyarakat untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) apabila masih ada sebagian masyarakat yang tidak terpuaskan pasal demi pasal yang ada dalam KUHP. Ruang judicial review tersebut diklaim sebagai cermin implementasi bahwa negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang sangat bagus.
“Silahkan mengajukan ke MK. Nanti kami bertemu untuk mempertahankan masing-masing pendapat atas pasal demi pasal yang ada,” kata Supriansa dari Fraksi Partai Golkar itu dilansir dari laman DPR. [WLC02]
Discussion about this post