Pertambangan liar akan semakin masif apabila material-material hasil pertambangan tidak berizin tersebut tetap diterima. Apabila tak dihentikan, praktik itu akan berdampak pada degradasi lingkungan seperti penurunan muka air tanah yang berdampak pada krisis air bersih bagi masyarakat, bencana longsor akibat hilangnya daya dukung lingkungan, dan banjir karena hilangnya daya tampung lingkungan. Dampak lainnya adalah pelanggaran tata ruang.
“Wilayah yang seharusnya tidak menjadi kawasan pertambangan juga dipapras untuk memenuhi kebutuhan material tol,” tukas Elki.
Baca Juga: Wisli Sagara, Promosikan Kayuh untuk Bumi dengan Bersepeda Bambu
Hasil pemantauan melalui geoportal.esdm.go.id, daerah Kecamatan Godean dan Sayegan, Kabupaten Sleman tidak terdapat data pemegang SIPB. Kedua kecamatan itu merupakan kawasan lindung geologi sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 28 huruf d Perda DIY Nomor 5 Tahun 2019. Juga diatur dalam Pasal 27 Perda Sleman Nomor 13 tahun 2021 huruf d yang menyatakan “Kawasan lindung geologi (LGE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d berupa kawasan cagar alam geologi (CAG) seluas kurang lebih 24 hektar yang salah satunya terdiri dari kompleks perbukitan intrusi Godean di Kelurahan Sidorejo dan Kelurahan Sidoluhur, Kapanewon Godean”.
“Tapi kini justru menjadi wilayah tambang. Aktivitas sudah ada di Sidorejo,” ungkap Elki.
Hasil kajian Walhi Yogyakarta menunjukkan pertambangan mengakibatkan kawasan lindung geologi yang seharusnya dilindungi menjadi rusak akibat aktivitas pertambangan. Juga terdapat perubahan struktur akibat aktivitas tambang seperti di kawasan cagar alam geologi di Godean, maupun kemunculan penambang-penambang liar yang tidak mempunyai SIPB.
Baca Juga: Ketinggian Kolom Letusan Gunung Dukono Masih 1.000 Meter Lebih
Setidaknya terdapat dua permasalahan utama dalam pembangunan tol Yogyakarta-Solo. Pertama, masifnya pertambangan liar. Kedua, terjadinya pelanggaran tata ruang. Berdasarkan hasil temuan tersebut, Walhi Yogyakarta menyampaikan empat rekomendasi.
Pertama, pihak pemrakarsa harus lebih ketat dalam menerima material-material pertambangan dan tidak menerima hasil pertambangan ilegal. Kedua, diperlukan tindakan tegas kepada penambang-penambang liar yang beroperasi tanpa izin. Ketiga, melarang aktivitas tambang di kawasan lindung maupun konservasi. Keempat, pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal terlibat mengawasi dan memastikan pembangunan jalan tol tidak menimbulkan kerusakan ekologis. [WLC02]
Discussion about this post