Kamis, 26 Juni 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Walhi Riau Ingatkan Penertiban Taman Nasional Tesso Nilo Jangan Represif dan Militeristik

Sejak awal, penegak hukum tidak tegas menindak praktik ilegal di TNTN. Bahkan alih fungsi dengan mendirikan pemukiman secara masif malah diakui secara administratif oleh negara.

Kamis, 26 Juni 2025
A A
Patroli tim Manggala Agni pasca kebakaran hutan di TNTN, Mei 2025. Foto TNTN.

Patroli tim Manggala Agni pasca kebakaran hutan di TNTN, Mei 2025. Foto TNTN.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau menilai upaya penertiban kawasan hutan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) oleh Tim Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dilakukan secara sembrono dan tidak didasarkan pada perencanaan pemulihan. Di mana Satgas PKH yang datang pada 10 Juni 2025 menyampaikan perintah kepada seluruh masyarakat untuk melakukan relokasi secara mandiri dari kawasan TNTN paling lambat 22 Agustus 2025.

Proses ini dikhawatirkan bisa menimbulkan letusan konflik besar, apabila Satgas PKH atas nama negara melakukan tindakan penertiban dengan pendekatan militeristik dan represif.

Walhi Riau mengingatkan pola penyitaan aset kebun kelapa sawit di kawasan hutan dalam kasus Surya Darmadi dan PT Duta Palma tidak boleh terulang. Proses penyitaan hingga pengalihan aset kepada PT Agrinas Palma Nusantara dalam kasus itu, tidak menunjukkan upaya serius negara untuk memulihkan hak masyarakat adat dan lokal serta pemulihan lingkungan.

Baca juga: Seruan Tokoh Lintas Agama, Tolak PSN yang Merusak Lingkungan dan Menggusur Rakyat

Negara membiarkan perusahaan dibentuk untuk melanggengkan konflik dan aktivitas ilegal di kawasan hutan.

Riwayat penetapan TNTN

Awalnya, TNTN merupakan kawasan hutan produksi terbatas yang masuk dalam areal konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Inhutani IV. Ketika itu tutupan hutan alamnya dalam kondisi baik. Ada sekitar 360 jenis flora tergolong dalam 165 marga dan 57 suku untuk setiap hektarnya.

TNTN juga dikenal menjadi habitat bagi beraneka ragam jenis satwa liar langka, seperti Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), berbagai jenis Primata, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis kumbang.

Baca juga: Jenazah Wisatawan Brazil Telah Dievakuasi dari Danau Segara Anak Gunung Rinjani

Semula, areal yang disiapkan menjadi Kawasan konservasi TNTN berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan (Menhut) Nomor: SK.255/Menhut II/2004 tanggal 19 Juli 2004 dan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK 663/Menhut-II/2009 tanggal 15 Oktober 2009 adalah seluas  sekitar 83.068 ha.

Luasan ini diperbaharui secara definitif menjadi sekitar 81.793 ha melalui Keputusan Menhut Nomor: Sk.6588/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo. Olah citra satelit Walhi Riau menunjukkan kondisi areal tersebut pada 1997 dan 2004 mempunyai kerapatan hutan sekitar 78.274 ha.

Berbeda dengan kondisi saat ini, di mana tutupan hutan alam di kawasan TNTN hanya menyisakan 12.561 ha atau 15,36 persen hutan alam dari total luas arealnya.

Baca juga: Satwa Langka Kucing Merah Kalimantan dan Otter Civet Muncul Kembali

Aktivitas masyarakat di TNTN

Secara administratif, TNTN berada di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Berdasarkan data Eyes on The Forest (EoF) dalam laporan Kondisi Usulan dan Strategi Penanganan Perambahan di TNTN tahun 2010, penggunaan lahan di lokasi TNTN oleh masyarakat sejatinya telah berlangsung sejak 1999, sebelum perubahan fungsi areal ini menjadi kawasan konservasi.

Aktivitas masyarakat dipicu ketiadaan aktivitas PT Inhutani IV yang izinnya dicabut pada 2002. Aktivitas yang dilakukan masyarakat berupa persiapan lahan perkebunan kelapa sawit dan karet.

Namun hasil dari usaha perkebunan kerap gagal karena gangguan gajah sehingga masyarakat mulai menjual lahan tersebut kepada pihak luar. Jual beli ini mulai dilakukan masyarakat sejak 2005. Hal inilah yang menjadi pintu gerbang perambahan hutan secara massif, baik dari perorangan hingga cukong dalam kawasan TNTN.

Baca juga: Nasib Pulau-Pulau Kecil di Indonesia: Diperebutkan, Dieksploitasi, Ditelantarkan, Diperjualbelikan

Berdasarkan laporan EoF yang sama, kawasan hutan Tesso Nilo merupakan wilayah kelola bagi 19 kelompok hak ulayat. Saat penetapan kawasan konservasi TNTN, telah ada enam desa terbangun di lokasi tersebut. Keenam desa itu meliputi Desa Air Hitam, Desa Lubuk Batu Tinggal, Desa Simpang Kota Medan, Desa Lubuk Kembang Bunga, Desa Kesuma, dan Desa Segati.

Barulah pada 2007, terjadi pemekaran satu desa bernama Desa Bagan Limau. Perambahan pasca penetapan TNTN berlanjut di areal kerja dua izin HPH, yaitu PT Siak Raya Timber (SRT) dan PT Hutani Sola Lestari yang tidak aktif, kemudian dicabut.

Pasca 2004 juga tercatat ada satu aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit (PT Inti Indosawit Subur) dan lima perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di area zona buffer atau sekitar TNTN. Perusahaan-perusahaan itu diduga turut berkontribusi terjadinya perambahan di kawasan TNTN, seperti yang dilakukan PT RAPP.

Baca juga: Jual Beli Pulau, Anggota DPR Desak Empat Kementerian Lakukan Lima Tindakan

Berdasarkan data EoF dalam laporan Kondisi Usulan dan Strategi Penanganan Perambahan di Taman Nasional Tesso Nilo tahun 2010, penggunaan lahan di lokasi TNTN oleh masyarakat telah berlangsung sejak 1999. Tepatnya, sebelum perubahan fungsi areal ini menjadi kawasan konservasi.

Aktivitas yang dilakukan berupa persiapan lahan perkebunan kelapa sawit dan karet hingga akhirnya siap untuk ditanam. Namun hasil dari usaha perkebunan ini dinilai tidak sesuai harapan sehingga masyarakat mulai menjual lahan tersebut kepada pihak luar. Jual beli ini mulai dilakukan masyarakat sejak 2005. Perambahan hutan menjadi kian massif, baik dari perorangan, cukong, hingga korporasi.

Selain soal terbuka akses TNTN karena ada perizinan kehutanan di buffer, hal lain yang membuat laju alih fungsi hutan alam menjadi kelapa sawit diakibatkan dua hal. Pertama, peran penegak hukum yang tidak tegas menindak praktik ilegal ini. Bahkan masifnya alih fungsi dengan pendirian pemukiman malah diakui secara administratif oleh negara.

Baca juga: Komisi XII DPR Sidak ke Belawan, Temukan Industri Buang Limbah ke Laut hingga Timbun Limbah di Rawa

Kedua, rencana pemulihan TNTN dengan program revitalisasi Tesso Nilo dirusak oleh ketentuan UU Cipta Kerja. Ketentuan Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja telah menghapus pertanggungjawaban pidana aktivitas perkebunan di kawasan hutan yang sudah dimulai sebelum November 2020. Ini memperparah penguasaan kawasan hutan untuk kebun sawit dan memberikan kebebasan pada para pelaku kejahatan kehutanan dalam melanjutkan aktivitas ilegalnya.

Penertiban untuk pemulihan TNTN dan perlindungan hak masyarakat

Direktur LBH Pekanbaru, Andri Alatas menyebut penertiban dalam kawasan TNTN harus dilakukan dengan dua semangat penting: menghormati HAM dan berorientasi pada pemulihan lingkungan hidup.

Sehingga penertiban di kawasan TNTN harus dilakukan selaras dengan upaya penyelesaian konflik dan pemulihan hak masyarakat. Selanjutnya, proses ini harus dengan tegas memperhatikan beberapa kluster kelompok berdasarkan luas penguasaan, meliputi:

Baca juga: Solstis Utara, Fenomena Penanda Awal Musim Kemarau di Indonesia

Pertama, masyarakat yang menguasai kurang dari 5 hektar dan telah melakukan aktivitas lebih dari 5 tahun secara terus menerus (memperhatikan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2021); (memperhatikan ketentuan Pasal 110B ayat (2) UU 18/2013 sebagaimana diubah oleh UU No 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja).

Kedua, masyarakat atau perusahaan yang menguasai lebih dari 25 hektar (memperhatikan Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan); dan

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: kawasan hutanLBH PekanbaruTaman Nasional Tesso NiloWalhi Riau

Editor

Discussion about this post

TERKINI

  • Patroli tim Manggala Agni pasca kebakaran hutan di TNTN, Mei 2025. Foto TNTN.Walhi Riau Ingatkan Penertiban Taman Nasional Tesso Nilo Jangan Represif dan Militeristik
    In Lingkungan
    Kamis, 26 Juni 2025
  • Bentrokan di Pulau Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau pada Kamis, 7 September 2023, terkait proyek pembangunan kawasan Rempang Eco-City. Foto walhiriau.or.id.Seruan Tokoh Lintas Agama, Tolak PSN yang Merusak Lingkungan dan Menggusur Rakyat
    In Lingkungan
    Rabu, 25 Juni 2025
  • Proses evakuasi wisatawan asal Brazil, Juliana Marins dengan tali lifting, 24 Juni 2025. Foto Basarnas.Jenazah Wisatawan Brazil Telah Dievakuasi dari Danau Segara Anak Gunung Rinjani
    In Traveling
    Rabu, 25 Juni 2025
  • Otter atau berang-berang. Foto KnipsKaline/pixabay.Satwa Langka Kucing Merah Kalimantan dan Otter Civet Muncul Kembali
    In Rehat
    Selasa, 24 Juni 2025
  • Peta Indonesia. Foto BPK.Nasib Pulau-Pulau Kecil di Indonesia: Diperebutkan, Dieksploitasi, Ditelantarkan, Diperjualbelikan
    In Rehat
    Selasa, 24 Juni 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media