“Justru semakin jauh mengadopsi solusi-solusi palsu. Tak terkecuali pemerintah Indonesia,” tutur Ode.
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah Indonesia menyebut peta jalanan transisi energi yang mereka jalankan akan menggunakan produk-produk hilirisasi batu bara, hidrogen, fosil gas, biofuel dan berbagai macam pendekatan co-firing PLTU. Pilihan tersebut akan semakin menjauhkan Indonesia dari upaya untuk menekan emisi GRK.
“Sebaliknya, justru bisa menghasilkan kerusakan lingkungan yang lebih parah. Juga melakukan berbagai pelanggaran HAM dalam praktiknya,” terang Ode.
Baca Juga: Badan Geologi Terbitkan Juknis Pengusulan Geopark
Solusi palsu ini akan lebih mengakomodasi kepentingan oligarki industri fosil dan kelompok pencemar besar yang ingin terus mengekstraksi dan membakar setiap gram batu bara, minyak dan gas terakhir. Sementara masyarakat membutuhkan transisi yang mendesak, adil dan merata menuju energi terbarukan untuk semua.
Walhi pun mengajak untuk mengindahkan pesan mendesak dalam laporan IPCC. Namun tanpa jatuh ke dalam perangkap asumsi bahwa proyek-proyek dan teknologi-teknologi solusi palsu akan membawa perbaikan dari ancaman krisis iklim.
“Proyek-proyek semacam ini justru akan menyebabkan lebih banyak kerusakan lingkungan, perampasan tanah dan pelanggaran hak, terutama pada kelompok rentan. Justru memperburuk krisis iklim, alih-alih menyelesaikannya,” papar Ode. [WLC02]
Sumber: Walhi
Discussion about this post