Baca juga: Spirit Api dalam Sistem Perladangan Berputar Bergeser Jadi Cara Mudah Membuka Lahan
Ketua Klasis Pulau-Pulau Obi, Pendeta Esrom Lakoruhut mengatakan, masyarakat bercermin di Kawasi, yang hingga hari ini telah menjadi bukti nyata dari kehancuran ekologi akibat tambang nikel. Hutan dirusak, pesisir dan ruang tangkap nelayan tercemar, kebun-kebun rakyat dihancurkan, sumber mata air dirampas dan tercemar, warga mengidap berbagai penyakit baru, kekerasan serta kriminalisasi meningkat, bahkan warga dipaksa meninggalkan kampung halamannya sendiri.
Tragedi ekologi dan sosial di Kawasi adalah peringatan keras bagi warga Desa Bobo. Gerakan #SaveBobo secara tegas menolak menjadi korban berikutnya dari ekspansi tambang nikel. Penolakan ini jelas bersifat total, tanpa syarat, dan tidak dapat dinegosiasikan.
Di Pulau Obi dan Maluku Utara telah lama menjadi lokasi gempuran industri pertambangan. Namun, alih-alih membawa kesejahteraan, kehadiran tambang justru memperparah kemiskinan masyarakat lokal. Sumber penghidupan tradisional, seperti berkebun, menangkap ikan, dan memanfaatkan hasil hutan, telah rusak dan hilang.
Baca juga: Cegah Diabetes dan Obesitas, Konsumsi 2-3 Sendok Teh Gula Pasir dan Perbanyak Buah
Sementara Ketua Gerakan #SaveBobo, Vecky Kumaniren mengatakan, berkaitan dengan hal-hal atau izin yang administrasi, hanyalah formalitas prosedural yang tidak menjamin perlindungan terhadap warga dan lingkungan.
“Penolakan kami berakar pada hak dasar kami untuk hidup layak di lingkungan yang sehat, sebagaimana dijamin dalam konstitusi Indonesia,” kata dia.
Atas itu, maka Gerakan #SaveBobo menyatakan secara tegas dan bulat menolak kehadiran PT Intim Mining Sentosa ataupun Karya Tambang Sentosa di Desa Bobo. Warga menyerukan kepada seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, untuk menghormati hak-hak warga di Desa Bobo dan menghentikan seluruh upaya pemaksaan operasi pertambangan di wilayah kami.
Berdasarkan penelusuran Koalisi Gerakan #SaveBobo menemukan jejak perusahaan tambang PT KTS terhubung dan mengarah ke jaringan korporasi yang sudah lama bercokol di Pulau Obi. Yakni PT Intim Mining Sentosa (IMS) yang memiliki 49 persen saham, PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NKCL) memiliki 36 persen saham, serta PT Banyu Bumi Makmur memegang 15 persen saham. Ketiga diduga terhubung dengan konglomerasi Harita Nickel. [WLC02]
Sumber: Jatam







Discussion about this post