Wanaloka.com – Tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) bersama sejumlah ahli internasional menggelar Ekspedisi Internasional Banggai Series 1 untuk mengeksplorasi kekayaan karst dan gua yang ada di Kabupaten Banggai, Banggai Kepulauan, dan Banggai Laut di Sulawesi Tengah pada 17-27 Agustus lalu. Salah satu penemuan menarik dalam ekspedisi adalah gua “Udang Maote”.
Nama ini diberikan setelah tim peneliti berdiskusi dengan masyarakat setempat yang menceritakan tentang fenomena unik di dalam gua tersebut yang mereka sebut dengan “White Rain” atau hujan putih.
“Fenomena ini terjadi ketika penyelam memasuki gua dan merasakan tetesan air putih yang tampak seperti hujan,” kata Lead Operation Officer, Catrapatti Raditya dari Sainsreka Explorasia (SRX).
Baca Juga: Harman Ajiwibowo, Peran Pengaman Pantai Hadapi Dampak Perubahan Iklim
Selain itu, Juswono Budisetiawan dari SRX menjelaskan bahwa Kepulauan Banggai memiliki formasi karst yang sangat berbeda dari karst di wilayah lain seperti Kalimantan. Karst di Kalimantan menjulang, sebaliknya di karst di Banggai tersembunyi di bawah permukaan tanah dan laut. Kondisi ini membuat eksplorasi menjadi lebih menantang karena memerlukan keterampilan khusus seperti cave diving, yakni penyelaman di ruang tertutup yang sangat berbeda dari penyelaman di laut terbuka.
Salah satu contoh yang diungkap Juswono adalah eksplorasi di cenote, yaitu lubang dengan danau di dalamnya yang sering ditemukan di daerah Meksiko. Di Kepulauan Banggai, cenote ini memiliki kedalaman yang signifikan hingga 33 meter dari permukaan air, sehingga menambah kerumitan dalam proses penyelaman.
“Karena kedalamannya, peralatan khusus diperlukan, dan penyelam harus ditarik ke permukaan untuk mengurangi beban saat kembali ke atas,” ujar Juswono.
Baca Juga: Kemurai, Plastik Kemasan yang Dua Kali Terurai Lebih Cepat
Tim ekspedisi juga berhasil mengungkap fenomena khas cenote yang belum pernah disentuh oleh dunia ilmu pengetahuan sebelumnya. Di salah satu gua karst yang dieksplorasi, ditemukan lapisan H2S (hidrogen sulfida) yang sangat tebal yang jauh melampaui ketebalan biasa yang hanya sekitar 2 meter.
“Di kedalaman sekitar 20 meter, lapisan H2S ini berinteraksi dengan oksigen yang ada di dalam air, membentuk asam sulfat yang sangat korosif,” papar dia.
Meskipun lapisan H2S ini biasanya menandai batas kehidupan, tim peneliti menemukan beberapa spesies udang yang berenang di atasnya. Fenomena ini mengejutkan tim, karena H2S dikenal sangat sepi dari kehidupan, sementara area di atasnya dipenuhi kabut yang kaya dengan kehidupan.
Baca Juga: Dua Sungai Meluap dan Merendam Dua Desa di Sanggau Kalimantan Barat
“Udang-udang ini diduga memiliki kemampuan khusus untuk mentolerir H2S, memanfaatkan lingkungan ekstrem ini untuk mencari makanan yang tidak bisa diakses oleh makhluk lain. Ini yang menarik perhatian saya,” kata dia.
Discussion about this post