Hasil analisis elBicare Cough Analyzer terhadap penyebab batuk akan tersimpan dan terintegrasi otomatis yang kemudian didistribusikan ke perangkat pengguna dengan bantuan bluetooth. Ke depan, tim ini memastikan akan mengembangkan distribusi data menggunakan bantuan wi-fi.
“elBicare Cough Analyzer mampu bertahan selama 20 jam penggunaan yang terus-menerus,” ungkap dosen kelahiran Pangkalan Brandan, Sumatera Utara ini.
Baca Juga: Baca Juga: Puncak Kasus Omicron di Indonesia Diprediksi Februari-Maret, Begini Hitungannya
Mahasiswa lebih tertarik software
Data pengolompokan batuk non Covid-19 sendiri didapatkan melalui penelitian mandiri tim. Anggota tim terdiri dari tiga mahasiswa ITS jenjang sarjana (S-1), dua mahasiswa ITS jenjang magister (S-2), dan tiga orang dokter (salah satunya spesialis paru) dari Universitas Airlangga (Unair).
Sementara untuk data penelitian batuk gejala Covid-19 didapatkan melalui penelitian yang bekerja sama dengan University of Cambridge, Inggris. Penelitian alat ini memakan waktu hampir dua tahun lamanya yang pengujiannya dilakukan di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA).
Baca Juga: Pakar Kesehatan: Narasi Varian Omicron Tak Seganas Delta Jangan Bikin Masyarakat Terlena
Sejumlah kendala sempat dihadapi tim ini. Salah satunya ialah kesulitan mencari mahasiswa maupun tenaga ahli di ITS yang tertarik mengerjakan hardware alat. Mengingat bidang software lebih banyak diminati dibandingkan bidang hardware.
“Kendala lain ialah sulit mendapat pasien Covid-19 untuk melakukan uji coba alat,” ucap Kepala Laboratorium Vibrasi dan Akustik, Departemen Teknik Fisika ITS ini.
Dhany berharap kehadiran elBicare Cough Analyzer bermanfaat bagi masyarakat Indonesia serta dapat memberikan fasilitas kesehatan yang layak dan akurat dengan harga yang lebih ekonomis.
“Semoga juga mahasiswa dapat lebih terlibat aktif dalam penelitian kolaboratif seperti ini,” kata Dhany. [WLC02]
Discussion about this post