Kamis, 13 November 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Atasi Banjir Bandang dengan Memperbanyak Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan

Berkurangnya hutan yang berubah menjadi area terbangun membuat air hujan lebih banyak menjadi aliran permukaan daripada masuk ke dalam tanah.

Rabu, 17 September 2025
A A
Banjir bandang Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Foto tangkap layar visual BNPB.

Banjir bandang Sembahe, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Foto tangkap layar visual BNPB.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Peristiwa banjir bandang yang melanda Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada September 2025 menjadi perhatian serius. Meski terjadi di tengah musim kemarau, banjir bandang ini disebabkan hujan ekstrem dengan intensitas lebih dari 300 mm dalam sehari, sebagaimana dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Fenomena tersebut memunculkan pertanyaan mengenai kesiapan tata ruang, infrastruktur, dan masyarakat dalam menghadapi cuaca ekstrem yang semakin sulit diprediksi.

Guru Besar Bidang Geomorfologi Lingkungan dari Fakultas Geografi UGM Prof. Djati Mardiatno mengatakan saat ini sudah memasuki masa pancaroba atau transisi dari musim kemarau menuju penghujan. Banjir bandang yang terjadi di Bali dan NTT menurut dia dipicu kombinasi hujan ekstrem dan berkurangnya tutupan lahan.

Baca juga: Komisi III DPR Desak Penegak Hukum Usut Aktor Besar Tambang Ilegal di Manokwari

“Berkurangnya hutan yang berubah menjadi area terbangun membuat air hujan lebih banyak menjadi aliran permukaan daripada masuk ke dalam tanah. Aliran permukaan yang besar inilah yang dapat memicu banjir bandang,” jelas dia, Rabu, 17 September 2025.

Djati menilai tantangan terbesar penanganan banjir bandang adalah luasnya wilayah terdampak serta banyaknya objek vital di perkotaan yang rentan. Ia menekankan perlunya solusi jangka panjang berupa penataan tata ruang.

“Harus memperbanyak ruang terbuka hijau agar air hujan bisa meresap ke tanah, membatasi konversi lahan hutan, serta memastikan sungai tidak tersumbat sampah agar saluran air berfungsi optimal,” imbuh dia.

Baca juga: Pourfect 60, Permudah Barista Menyeduh Kopi V60 secara Efisien dan Konsisten

Hal senada disampaikan Pakar Perencanaan Kota Fakultas Teknik UGM, Prof. Bakti Setiawan. Ia menegaskan banjir tidak hanya dipicu faktor alam, melainkan juga ulah manusia.

Bahwa ada faktor eksternal berupa perubahan iklim, tetapi ada juga faktor internal yaitu tata ruang dan perkembangan kota yang tidak terkontrol.

“Jadi tantangan utamanya adalah penataan ruang dan kota yang lemah dalam mengantisipasi risiko bencana,” ujar dia.

Baca juga: Jangan Diam Melihat Kerusakan Lingkungan agar Dampak Karhutla Tak Meningkat

Bakti menilai solusi ke depan harus berupa tata ruang dan pengendalian perkembangan kota yang berbasis pada pengurangan risiko bencana. Selain itu, ketangguhan komunitas menjadi kunci.

Peningkatan ketangguhan warga melalui penguatan social capital, baik secara struktural maupun kultural, perlu dilakukan agar masyarakat lebih siap menghadapi bencana.

Kedua pakar sepakat bahwa menghadapi cuaca ekstrem, peran pemerintah, akademisi, dan masyarakat harus berjalan seiring. Pemerintah daerah dituntut menyiapkan rencana kontinjensi dan menegakkan tata ruang, sementara akademisi berkontribusi melalui riset, pemetaan, dan sosialisasi.

Baca juga: Draw the Line Jogja Desak Presiden Realisasikan Janji Transisi 100 Persen Energi Terbarukan 2035  

Di sisi lain, masyarakat diharapkan meningkatkan kesiapsiagaan dengan langkah sederhana seperti membuat sumur resapan, biopori, menjaga ruang terbuka hijau, serta disiplin tidak membuang sampah ke sungai.

Dengan tata ruang yang terkendali, kebijakan berbasis mitigasi, dan komunitas yang tangguh, risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang dapat ditekan. Sebab, bencana bukan hanya persoalan alam, melainkan juga cerminan bagaimana manusia mengelola ruang hidupnya.

Siaga bencana hidrometeorologi

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: banjir bandangbencana hidrometeorologiBMKGruang terbuka hijau

Editor

Next Post
Aksi Draw the Line di Pantai Parangtritis, Bantul, DIY, 13 September 2025. Foto Hooma Creative/350.org

Seruan Aksi Iklim di 35 Kota di Indonesia dan 97 Negara Jelang KTT Iklim Brasil

Discussion about this post

TERKINI

  • Ilustrasi cuaca ekstrem. Foto Soetana Hasby/Wanaloka.com.Peringatan BMKG, Cuaca Ekstrem Sepekan Ini
    In News
    Senin, 10 November 2025
  • Ilustrasi ancaman perubahan iklim bagi masa depan anak. Foto Pexels/pixabay.comJejaring CSO Ajak Anak Muda Pantau Negosiasi Solusi Iklim Indonesia di COP 30 
    In News
    Minggu, 9 November 2025
  • Berperahu menuju Pulau Pamujan di Desa Domas, Kabupaten Serang, Banten. Foto Dok. ITB.Pulau Pamujan, Punya Tutupan Mangrove Asri Tetapi Terancam Abrasi
    In Traveling
    Minggu, 9 November 2025
  • Dosen ITB, Andy Yahya Al Hakim, memberikan sosialisasi di Pusat Informasi Geologi Geopark Ijen, 15 September 2025. Foto Tim PPM/ITB.Sumber Air Sekitar Kawah Ijen Tercemar Fluorida, Gigi Warga Kuning dan Keropos
    In IPTEK
    Sabtu, 8 November 2025
  • Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Utusan Khusus Presiden Indonesia Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo dan Menteri KLH/BPLH Hanif Faisol Nurofiq di Forum COP 30 di Belem, Brasil. Foto Dok. KLH/BPLH.Klaim dan Janji-janji Indonesia di Forum Iklim Global COP30 Belém
    In Lingkungan
    Sabtu, 8 November 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media