Wanaloka.com – Tengah berlangsung bencana antropogenik di muka Bumi. Bencana yang diakibatkan tindakan atau kelalaian manusia ini sudah menjadi ancaman serius dan memasuki tahap yang sangat mengkhawatirkan. Sebab tekanan antropogenik makin mendorong krisis planet, mulai dari perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan siklus karbon, alih fungsi lahan secara masif, polusi kimia, dan krisis sumber daya air.
Kondisi ini menciptakan ancaman serius terhadap ekosistem bumi, sehingga membutuhkan respon hukum yang lebih efektif. Sayangnya, kerangka hukum lingkungan global belum mampu menangani kompleksitas krisis ekologi yang semakin besar. Terutama karena fragmentasi regulasi, kurangnya komitmen politik global, dan pendekatan kebijakan lebih bersifat reaktif.
Chief Executive Officer dari Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI), Mas Achmad Santosa mengingatkan, kian bertambahnya krisis, kerangka hukum dan kebijakannya semakin melentur. Masyarakat dan pemerintah perlu melakukan rekonstruksi dan paradigma baru terhadap hukum tata lingkungan.
Baca Juga: Indonesia Sumbang 15 Persen Total Gempa Bumi di Dunia
“Seperti yang diketahui, saat ini hukum hanya tegak untuk manusia, tetapi lingkungan masih ditinggalkan,” ujar dia dalam Forum Group Discussion yang bertajuk “Legal Challenges to Address Planetary Crisis in the Anthropocene” di Ruang Sidang Pimpinan Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Kamis, 3 Oktober 2024.
Tekanan antropogenik berdampak pada krisis planet yang dapat dilihat dari terjadinya perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan siklus karbon, alih fungsi lahan secara masif, polusi kimia, dan krisis sumber daya air.
“Kondisi ini memberi ancaman serius terhadap ekosistem bumi, sehingga membutuhkan respon hukum yang lebih efektif,” kata Achmad.
Baca Juga: Banjir dan Longsor Kembali Terjang Padang Pariaman
Sementara Prof. Louis Kotzé, selaku Research Professor di Faculty of Law, North-West University, South Africa menuturkan agenda reformasi hukum untuk menghadapi krisis planet sangat krusial dilakukan. Sebab hukum lingkungan masih terbatas pada penentuan ‘limitasi’ terhadap dampak suatu aktivitas manusia kepada lingkungan berdasarkan satu wilayah saja, tetapi tidak memperhitungkan dampak kumulatif yang akan dihasilkan dalam lingkup sistem bumi yang lebih luas.
“Perlu paradigma baru dalam hukum lingkungan yang tidak hanya mengutamakan kepentingan manusia, tetapi juga mempertimbangkan ekosistem dan prinsip-prinsip seperti integritas ekologis dan keadilan ekologis,” papar Louis Kotzé.
Konsep hukum untuk mengatasi krisis planet yang ditawarkan adalah melalui konsep antroposen. Meskipun konsep ini belum diakui secara resmi, tetapi memberikan perspektif baru untuk memahami dampak manusia terhadap sistem bumi. Baginya, hal itu memberi kesempatan untuk menghargai dampak manusia dalam sistem bumi.
Discussion about this post