Wanaloka.com – Berdasarkan Laporan Dinas Ketahanan Pangan dan Pangan (DPKP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), sebanyak 824 sapi terpapar Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) per 1 Januari 2025. Dari jumlah tersebut, 21 ekor sapi dilaporkan mati. Ratusan ternak, terutama sapi di DIY yang terpapar PMK itu terjadi di Gunungkidul, Bantul, Sleman, dan Kulon Progo.
Jenis wabah yang menyerang hewan berkuku belah, seperti sapi, babi, kerbau, hingga domba ini mengalami lonjakan kasus sejak awal Desember 2024 lalu. Hingga saat ini, total kasus PMK secara nasional yang telah dilaporkan mencapai 8.483 kasus dengan jumlah kematian 223 kasus dan pemotongan paksa sebanyak 73 kasus. Data tersebut tersebar di sembilan provinsi, termasuk Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pakar sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. Aris Haryanto mengatakan kemungkinan lonjakan kasus PMK karena proses vaksinasi yang belum menyeluruh dan berkala.
Baca juga: Trekking ke Situ Gunung Sukabumi Lewat Jembatan Gantung Setengah Kilometer
“Kasus PMK kali ini merupakan gelombang kedua. Sebelumnya sudah pernah (vaksinasi) dan peternak sekarang sudah terinformasi. Namun karena kasusnya mereda, jumlah vaksinasinya juga menurun,” tutur Aris, Senin, 6 Januari 2025.
Penyakit PMK menular lewat udara
Penyakit PMK yang bernama lain apthae epizootica (AE), aphthous fever, atau foot and mouth disease (FMD) ini disebabkan virus RNA, genus Apthovirus yang termasuk dalam keluarga Picornaviridae. Meskipun virus ini memiliki berbagai serotipe, yakni O, A, C, Southern African Territories (SAT – 1, SAT – 2 dan SAT – 3) dan Asia – 1, kasus di Indonesia diyakini bertipe O.
Aris menjelaskan, penyebarannya sangat cepat dan menular pada hewan ternak, baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui udara. Penyebaran lewat udara inilah yang membedakan virus ini dengan jenis virus lainnya.
Baca juga: Pemerintah Terapkan Biodiesel B40 Berbasis Minyak Sawit Per 1 Januari 2025
“Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan itu ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar. Bahkan ada kasus di mana penularannya bisa sampai 200 km jaraknya,” terang Aris.
Soal penyebab penyakit PMK cepat merebak dalam beberapa tahun terakhir, menurut Aris berawal dari kasus pertama di Indonesia ditemukan di Jawa Timur dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Gelombang kedua wabah PMK kali ini juga muncul di kedua daerah tersebut.
Mitigasi lewat vaksinasi dan biosekuriti
Vaksin PMK yang terus digalakkan pemerintah adalah jenis vaksin sesuai dengan tipe virus yang muncul dalam kasus nasional. Sayangnya, produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.
Baca juga: Waspada Wabah Virus HMPV Merebak di Cina, Berisiko Bagi Anak-anak dan Lansia
“Vaksinasi itu harus dilakukan minimal dua kali. Jarak antara vaksin pertama dan kedua itu sebulan. Setelah itu tetap harus divaksin setiap enam bulan sekali,” jelas dia.
Soal mitigasi wabah PMK, Aris menilai perlu dilakukan secara bertahap sesuai gejala yang muncul. Pada tahap pertama, hewan yang terkena PMK akan mengalami demam tinggi. Peternak diharapkan bisa bersikap tanggap dengan memberi analgesik dan antibiotik untuk meredakan nyeri dan demam.
Discussion about this post