Kearifan lokal “banyu penguripan” telah mempersatukan 51 sumber air yang berupa belik dan sendang di Kudus secara kosmologis. Masyarakat diam-diam secara terdidik lebih menghargai air menjadi unsur maha penting kehidupan sekaligus sarana menuju kesucian.
“Ironinya, meski memiliki kearifan lokal berkenaan dengan air, Kudus justru terancam krisis air bersih yang diperkirakan terjadi pada tahun 2032,” terang Tiyo.
Dalam sistem tersebut, masyarakat belajar untuk menyeimbangkan antara kebutuhannya dan kelestarian air. Setiap warga punya kesadaran untuk menjaga ekosistem di sekitar belik dan sendang, tidak melakukan pemborosan atau eksploitasi, serta memelihara tradisinya.
Baca Juga: Pengetahuan Etnobotani Suku Rejang untuk Ketahanan Pangan Terancam Punah
Hasil analisis mendalam atas data yang dikumpulkan, tim penelitian mengungkap bahwa Banyu Penguripan mampu menjadi strategi penyediaan air bersih berkelanjutan berbasis kearifan lokal dengan mengoptimalisasikan nilai-nilai yang terwujud dalam aksi konservasinya.
Tim peneliti merekomendasikan ada kolaborasi aktif antara masyarakat, juru pelihara, dan pemerintah untuk menciptakan kebijakan serta kesepakatan bersama untuk mendukung pelestarian belik dan sendang. Harapannya, krisis air bersih yang mengancam Kudus bisa dicegah. Tim peneliti yakin pelestarian air melalui kearifan lokal bisa diterapkan di daerah-daerah lain. Krisis air bersih tak terjadi dan budaya pun lestari. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post