Wanaloka.com – Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan dibahas kembali oleh DPR pada masa sidang Agustus-September 2022 itu berpotensi mengancam perlindungan lingkungan hidup dan memundurkan pengaturan lingkungan. Ada tiga poin yang menjadi alasan adanya potensi ancaman itu, yakni ketentuan tindak pidana lingkungan hidup, pertanggungjawaban pidana korporasi, dan pasal-pasal mengenai kebebasan sipil dan demokrasi.
Sejumlah pihak yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan hidup memberikan catatan kritis atas RKUHP tersebut. Mereka dari Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), dan Guru Besar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Prof. Andri G. Wibisana.
“Tak hanya kemunduran, tetapi juga berpotensi sulit dibuktikan dan tidak membuat jera pelaku,” kata Direktur Eksekutif ICEL, Raynaldo G. Sembiring.
Baca Juga: Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Awas Modus Greenwashing
Raynaldo yang mengkritisi Pasal 344 dan 345 RKUHP menjabarkan persoalan-persoalan yang ditemukan dalam pasal-pasal itu. Pertama, masih ada unsur melawan hukum yang membuat pembuktian sulit karena dapat disanggah dengan adanya izin yang dimiliki korporasi. Kedua, pengaturan baku mutu lingkungan yang dimaksud tidak ada kejelasan, apakah terkait baku mutu ambien atau efluen. Ketiga, pelaku sulit dijerat. Misalnya, kasus pencemaran lingkungan harus ada bukti tentang terlampauinya baku mutu dan kriteria baku kerusakan lingkungan. Pengaturan tindak pidana lingkungan hidup dalam RKUHP akan menjadi tidak efisien karena membutuhkan pengaturan teknis yang tidak mungkin diatur dalam RKUHP.
Sementara Andri mencatat pengaturan pertanggungjawaban korporasi masih bermasalah dan berpotensi mengkriminalisasi orang. Pasal 45-50 tentang pemidanaan korporasi sebagai subjek hukum RKUHP masih membatasi atribusi kesalahan korporasi pada agen korporasi. Akibatnya, upaya pembuktian kesalahan korporasi akan mengalami kesulitan.
Baca Juga: Jokowi Tak Singgung Pemulihan Lingkungan dalam 5 Agenda Nasional, Walhi: Tanah Air Punya Siapa?
Alih-alih mengatur pemidanaan agen korporasi, RKUHP justru mengatur pertanggungjawaban pengganti individual (individual vicarious liability) yang diatur dalam Pasal 37 huruf b RKUHP yang berpotensi mengkriminalisasi orang.
“Saya menduga pengadopsian vicarious liability dalam Pasal 37 berdasar konsep yang tidak tepat. Hanya melihat konsep vicarious liability dalam hukum perdata dapat diterapkan begitu saja pada hukum pidana,” jelas Andri.
Discussion about this post