Wanaloka.com – Industri kimia menjadi penyuplai bahan baku utama pada lebih dari 96 persen produksi produk manufaktur. Bahkan industri ini ditengarai sebagai penyumbang krisis iklim, polusi dan limbah plastik yang kini mengancam kesehatan manusia dan kelestarian alam. Tidak hanya itu, sejak tahun 2015, pertumbuhan permintaan bahan kimia dasar seperti etilena, propilena, metanol, benzena, paraksilena dan klorin sebesar 19,6 juta metrik ton per tahun dengan tingkat pertumbuhan tahunan lebih dari 3 persen.
Ketergantungan pada bahan baku tunggal, teknologi infrastruktur terpusat dan padat modal harus dihindari untuk meminimalkan ketergantungan teknologi dan dampak negatif yang terkonsentrasi dan kumulatif. Caranya dengan mendistribusikan produksi masa depan dari industri kimia untuk memungkinkan pemakaian bahan baku lokal yang dapat diperbaharui.
“Industri kimia sudah saatnya secara signifikan mengurangi penggunaan bahan konvensional seperti minyak bumi sebagai bahan baku dalam produksi bahan kimia. Sembari membangun rantai pasok dari bahan baku berkelanjutan dan terbarukan,” kata Dosen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Prof. Chandra Wahyu Purnomo dalam pidato pengukuhan sebagai Guru Besar dengan judul “Transformasi Industri Kimia menuju Pemanfaatan Material secara Berkelanjutan“ di Balai Senat Gedung Pusat UGM pada 10 Oktober 2023.
Baca Juga: Bahan Bakar Nabati Dikembangkan untuk Kurangi Impor Bensin
Chandra menyebutkan, produksi bahan kimia organik dan material turunannya telah mengkonsumsi 450 juta ton karbon setiap tahun yang sebagian besar masih bersumber dari minyak bumi. Ia mengusulkan industri kimia menggunakan bahan biomassa terbarukan.
“Menggunakan biomassa yang terbarukan sebagai bahan baku untuk memproduksi bahan kimia dalam siklus karbon tertutup dapat secara signifikan mengurangi emisi karbon dari industri,” tutur Chandra.
Discussion about this post