Artinya, periodisitas kedua seismic gap di Indonesia itu jauh lebih lama dibandingkan dengan seismic gap Nankai. Semestinya pula, masyarakat Indonesia jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya.
Baca Juga: Tiga Menteri Gelar Upacara HUT ke-79 RI di Gunung, Dasar Laut dan Pulau Terluar
Terkait rilis gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggal menunggu waktu” yang disampaikan Daryono sebelumnya, dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar. Namun bukan berarti gempa tersebut akan segera terjadi dalam waktu dekat.
Dikatakan “tinggal menunggu waktu”, sebab segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua. Sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi.
Sudah dipahami bersama, bahwa hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga diapapun juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya.
Baca Juga: Tujuh Masalah Struktural Agraria yang Tak Disinggung Jokowi dalam Pidato Kenegaraan
Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini. Jadi jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat.
Daryono berpesan kepada masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai. BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat. [WLC02]
Sumber: BMKG
Discussion about this post