Wanaloka.com – Pernyataan Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono, bahwa gempa Megathrust di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “tinggalmenunggu waktu” menimbulkan kehebohan. Publik cemas, gempa besar itu akan datang tak lama lagi.
Terkait kesalahpahaman itu, Daryono menjelaskan, bahwa pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru, melainkan sudah lama. Bahkan pembahasannya sudah ada sejak sebelum terjadi gempa dan tsunami Aceh 2004.
Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini (warning) yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. Tidak demikian.
Baca Juga: PWYP Ingatkan Menteri ESDM Baru, Jangan Ada Lagi Solusi Palsu Transisi Energi
Daryono hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun.
“Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu,” kata Daryono.
Munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut pun sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang. Justru yang menarik, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 itu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai.
Baca Juga: Menyelam Sambil Melakukan Transplantasi Terumbu Karang demi Wisata Berkelanjutan
“Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut,” jelas Daryono.
Sejarah mencatat, gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun). Sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun).
Discussion about this post