Sementara bertopi besek adalah simbol tradisi perempuan Wadas yang akan hilang karena bambu sebagai bahan baku membuat besek akan punah akibat tambang. Bibit tanaman yang dibawa adalah simbol konsistensi mereka menjaga alam. Sedangkan uang yang ditempelkan di bagian muka ini adalah simbol bahwa alam sebagai karunia Allah SWT itu tidak bisa diganti dengan uang.
“Kami tidak silau dengan uang ganti rugi miliaran rupiah sehingga tega merusak alam,” ujar Sulimah, salah satu warga yang ikut aksi.
Warga Wadas juga menuntut kekerasan terhadap warga Wadas pada 23 April 2021 dan 8 Februari 2022 diadili. Serta mendesak Gubernur Jawa Tengah menghentikan segala bentuk pengukuran dan berdialog dengan masyarakat Wadas.
Baca Juga: Gempa Hari Ini, Guncangan Dirasakan hingga Skala III MMI di Kota Jayapura
“Kami minta Presiden Joko Widodo segera menyelesaikan kasus di Wadas,” imbuh Sulimah.
Sesampai di halaman Balai Desa Wadas, enam perwakilan warga meletakkan bibit pohon di halaman sebagai simbol alam Wadas harus lestari. Sedangkan poster-poster yang mereka bawa ditinggal di sana dengan harapan pemerintah membacanya.
Sementara terhadap warga Wadas yang tetap menolak pengukuran untuk penambangan, Andri Kristanto menyatakan tidak akan memaksa.
“Sampai sekarang tidak kami sentuh. Itu hak mereka. Kami hargai kebebasan mereka. Kalua belum siap, kami nggak akan mengukur,” kata Andri.
Sedangkan Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trsino Raharjo berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan hukum terhadap warga Wadas yang tetap menolak penambangan. Meskipun pemerintah nanti tetap memaksakan diri melakukan penambangan di sana.
“Jangan sampai masyarakat yang menolak melepas tanahnya, dipaksa. Biarkan saja. Konsinyasi juga tak baik dilakukan. Kami akan melakukan pendampingan warga yang tetap ingin mempertahankan lingkungannya,” papar Trisno. [WLC02]
Discussion about this post