Wanaloka.com – Beberapa izin usaha pertambangan (IUP) di Kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya telah dicabut pemerintah. Namun sejumlah perusahaan masih menggugat pencabutan itu dan berpotensi kembali beroperasi sehingga memunculkan kekhawatiran di kalangan pemerhati lingkungan dan akademisi.
Lebih memprihatinkan lagi, sebagian wilayah tambang berada di kawasan Geopark Raja Ampat. Itu adalah wilayah konservasi yang secara hukum dan etika semestinya dilindungi secara ketat. Situasi ini menjadi ujian serius bagi komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan kawasan-kawasan strategis nasional.
Prosedur perizinan disunat
Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Hatma Suryatmojo mengingatkan, kegiatan pertambangan di kawasan hutan harus melalui prosedur yang ketat dan berlapis, terutama jika lokasi tambang berada di kawasan konservasi, termasuk hutan lindung. Prosedur ini seringkali dipersingkat atau dilewati secara tidak semestinya, apalagi saat kepentingan ekonomi mendominasi pertimbangan lingkungan.
Baca juga: Kompensasi Jejak Karbon, Kementerian Kehutanan Butuh Tanam 980 Ribu Pohon
“Perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi area tambang seharusnya melalui perubahan tata ruang maupun pelepasan kawasan hutan sesuai aturan,” jelas Mayong, sapaan akrabnya, Rabu, 18 Juni 2025.
Untuk dapat menambang di kawasan hutan, perusahaan tidak hanya harus mengantongi IUP dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun juga harus mendapatkan izin pemanfaatan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan yang saat ini disebut PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan).
Mayong menyayangkan terhadap perusahaan yang awalnya hanya mengantongi izin eksplorasi, tetapi langsung melangkah ke aktivitas produksi tanpa pengawasan.
Baca juga: Nimmi Zulbainarni, Penambangan Raja Ampat Abaikan Valuasi Ekonomi untuk Keberlanjutan Alam
“Idealnya, pemerintah daerah dan pusat saling memantau. Proses verifikasi lapangan dilakukan secara ketat sebelum izin diberikan. Sayangnya, lemahnya koordinasi antarlembaga acapkali membuka celah untuk terjadinya pelanggaran administratif maupun substansial,” tegas dia.
Cabut izin, gugat balik
Dalam konteks hukum, perusahaan tambang memiliki hak untuk menggugat pencabutan izin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mayong menyebut kembalinya izin yang telah dicabut menunjukkan ada dua masalah sekaligus, yakni kelemahan dalam prosedur administratif dan lemahnya pengawasan pasca pencabutan.
Ia menekankan bahwa penegakan hukum lingkungan tidak boleh berhenti di atas kertas, tetapi harus menyentuh realitas di lapangan.
Baca juga: Sorbatua Siallagan Bebas, AMAN Harap MA Konsisten Adili Perkara Serupa
“Jika pengawasannya lemah, perusahaan bisa saja diam-diam melanjutkan operasi sambil menunggu hasil gugatan,” kata dia.
Ia juga menyoroti situasi di Papua Barat Daya memang memiliki tantangan geografis dan kapasitas yang tidak seimbang. Wilayah yang luas, terpencil, dan terdiri dari banyak pulau menyulitkan patroli dan pengawasan secara rutin.
Peran pengawasan pemda hilang
Selain itu, setelah diberlakukannya UU Minerba 2020 dan UU Cipta Kerja, wewenang perizinan tambang ditarik ke pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah kehilangan peran strategis dalam pengawasan di lapangan. Ketimpangan antara kebijakan terpusat dan kenyataan geografis di daerah harus segera dijembatani melalui pendekatan yang lebih desentralistik.
Baca juga: Bayu Eka Yulian, Negara Harus Jujur Pertambangan di Pulau Kecil Langgar UU dan Hak Masyarakat Adat
“Aparat pusat tidak selalu bisa menjangkau detail operasi di daerah terpencil. Ini memperbesar risiko pelanggaran yang luput dari perhatian,” imbuh dia.
Solusi ideal pengawasan, menurut Mayong adalah membangun sistem pengawasan lintas sektor yang bersifat kolaboratif dan adaptif. Ia menekankan perlu kerja sama antara Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, pemerintah daerah, hingga aparat penegak hukum. Selain itu, peningkatan kapasitas teknis dan dukungan anggaran di lembaga pengawasan harus menjadi prioritas dalam reformasi sistem monitoring tambang.
“Ditjen Gakkum Kemenhut perlu proaktif turun ke lapangan dan bekerja dengan data spasial yang akurat,” ujar dia.
Baca juga: Izin Pinjam Pakai Hutan untuk Tambang Nikel di Pulau Kecil Wawonii Dicabut
Kawasan geopark dibuka untuk tambang
Discussion about this post