Selain itu, ada kajian akademik yang menyatakan hutan jati yang tumbuh di kawasan batu gamping mampu menyerap air hujan hingga 40 persen. Gabungan antara kemampuan karst dan hutan jati dalam menyerap air hujan diyakini akan mengurangi dampak banjir di wilayah Kendeng Utara secara signifikan.
Peran signifikan karst Kendeng Utara terhadap kejadian banjir di wilayah sekitarnya juga dibuktikan dengan banyaknya anak sungai dari kawasan karst yang masuk ke sistem Sungai Lusi dan Sungai Juwana. Sedikitnya terdapat 47 anak sungai yang berasal dari karst Kendeng Utara yang masuk ke Sungai Lusi dan Sungai Juwana.
Baca Juga: Mitigasi Bencana Karhutla 2023, Pemerintah Warning Perusahaan Swasta
“Banjir di Pati dan sekitarnya sebagian besar berasal dari luapan kedua sungai tersebut,” terang Falah.
Pemerintah Gagal Diagnosa Gejala Alam
Pakar Bencana Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta, Eko Teguh Paripurno menegaskan, kerusakan lingkungan menjadi penyebab semakin besarnya skala ancaman sekaligus memperbesar kelompok rentan. Sementara di wilayah Kendeng Utara terdapat dua kelompok tani. Pertama, petani ekologis yang diwakili Sedulur Sikep, di mana petani ini benar-benar bergantung pada alam untuk menjalankan profesinya. Kedua, kelompok petani lainnya.
Petani ekologis menjadi kelompok rentan bukan karena gagal dalam metode bertani, melainkan karena lingkungan rusak akibat kegagalan pemerintah mendiagnosa symptom (gejala) utama kejadian banjir yang selalu berulang setiap tahun.
Baca Juga: Salah Urus Tata Ruang Jadi Penyebab Utama Bencana Ekologis di Pulau Jawa
“Padahal sebenarnya pemerintah telah menyiapkan solusinya melalui KLHS,” kata Eko Teguh kembali mengingatkan.
Eko Teguh juga memaparkan sejumlah manfaat apabila RPP Karst yang telah disusun KLHK berhasil disahkan. Pertama, akan mengubah posisi KLHS Kendeng dari semula hanya voluntary menjadi mandatory bagi penyelenggara pemerintahan, baik di pusat maupun daerah. Kedua, kehadiran RPP Karst diharapkan mampu memperbaiki unsur-unsur sektoral yang lekat di Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012. Ketiga, RPP Karst tidak lagi memisahkan aturan berdasarkan fisik dan fungsi, tetapi secara holistik akan mengorkestrasi semua pihak.
“Inti tata kelola kawasan karst adalah tata kelola air. Jadi harus melibatkan banyak pihak. Selain Kementerian ESDM yang mengurusi geologi, juga perlu KLHK yang mengatur tentang hutan dan Kementerian PUPR yang mengatur infrastruktur sungai,” papar Eko Teguh yang sekaligus sebagai Ketua Bidang Konservasi Lingkungan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI).
Baca Juga: Bambang Hero: Kebakaran Lahan Gambut di Indonesia Sumbang Emisi 50 Persen Lebih
Selama di Jakarta, JM-PPK juga mendatangi Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk menyampaikan kondisi kerusakan ekologis di Pegunungan Kendeng Utara itu. Pimpinan PP Muhammadiyah Anwar Abbas bersama Jihadul Mubarok dari Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah menyatakan RPP Karst harus didorong semua pihak karena isinya lebih menjunjung partisipasi publik dibandingkan dengan Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012.
PP Muhammadiyah juga menyatakan mendukung perjuangan JM-PPK dalam upaya mendorong pengesahan RPP Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Karst oleh Presiden dan menindaklanjuti rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng kepada Gubernur Jawa Tengah.
Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 Terus Makan Korban
Bencana ekologis di wilayah Kendeng Utara merupakan akumulasi krisis ekologis yang disebabkan ketidakadilan dan gagalnya sistem pengurusan alam. Akibatnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hancur sehingga ekosistem dan kehidupan masyarakat rusak. Sebenarnya, bencana ini sudah tergambar secara jelas dalam KLHS Pegunungan Kendeng. Hasil kajian 2017 telah memprediksi potensi kerusakan alam apabila aktivitas eksploitasi alam (termasuk pertambangan) terus berlangsung. KLHS juga menggambarkan, jika kerusakan tetap terjadi di Kendeng, maka angka kerugian ekonomi semakin tinggi.
Baca Juga: Beruntun Laut Maluku Diguncang Gempa Magnitudo di Atas 5 Hari Ini
KLHS juga telah merekomendasikan ada moratorium izin pertambangan di Kendeng Utara. Sayangnya, hingga 2020 jumlah IUP Operasi Produksi pertambangan masih tinggi hingga lebih dari 70 izin. Itu pun belum termasuk tambang-tambang tak berizin. Seharusnya pemerintah mengindahkan kajian tersebut agar meminimalisir kerugian-kerugian yang terus menimpa masyarakat dan merugikan banyak pihak.
Secara regulasi, perlindungan kawasan karst saat ini hanya diakomodir dalam Permen ESDM Nomor 17 tahun 2012. Namun permen yang bertujuan untuk melindungi kawasan karst itu hanya membaca parameter fisik (geologi) dari suatu kawasan karst. Dan gagal memahami sebuah kawasan karst sebagai sebuah ekosistem.
Baca Juga: Gempa Mag5,5 Guncang Laut Maluku, Tempo 30 Menit 2 Gempa Susulan Terjadi
Bukti kelemahan Permen ESDM Nomor 17 Tahun 2012 dapat dicermati pada penetapan KBAK di Jawa Tengah (KBAK Sukolilo dan KBAK Gombong), serta DI Yogyakarta dan Jawa Timur (KBAK Gunung Sewu). Ketiganya tengah berada dalam posisi rawan karena terancam mengalami pengurangan luas kawasan dengan alasan pembangunan.
JM-PPK terus mengajak pihak-pihak lain secara serius mendorong pemerintah segera mengesahkan RPP Karst. Draf RPP Karst telah masuk Setneg sejak 2016. JM-PPK menilai pasal-pasal dalam RPP Karst selaras dengan KLHS Pegunungan Kendeng. Juga lebih memadai sebagai payung hukum yang komprehensif untuk melindungi ekosistem karst di seluruh wilayah Indonesia. [WLC02]
Discussion about this post