Asal-usul keduanya juga berbeda. Kelinci berasal dari Eropa dan Afrika Utara dan hidup di dalam liang bawah tanah, sedangkan marmut berasal dari pegunungan Andes di Amerika Selatan dan tinggal di permukaan tanah.
Dari segi reproduksi, kelinci lebih produktif karena ovulasi terjadi setelah kawin (induced ovulator), dengan masa kebuntingan sekitar 28–32 hari dan jumlah anak bisa mencapai 12 ekor. Sebaliknya, marmut memiliki masa kebuntingan lebih panjang, 59–72 hari, dan hanya melahirkan 2–4 anak.
Terkait aspek konsumsi, Baihaqi menyebut bahwa daging keduanya dapat dimakan dan halal bagi Muslim. Daging kelinci tinggi protein, rendah lemak dan kolesterol, sementara daging marmut juga tinggi protein namun dengan ukuran tubuh yang lebih kecil.
Baca juga: Menyusuri Jejak Rafflesia di Kawasan Bandealit Jawa Timur
“Fatwa halal untuk daging kelinci telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan mayoritas ulama juga membolehkan konsumsi marmut,” ujar dia.
Di Indonesia, potensi ekonomi kelinci lebih besar karena sudah banyak dikembangkan sebagai sumber daging dan hewan hias. Sementara itu, marmut masih lebih umum dijadikan hewan peliharaan.
“Dengan meningkatnya minat terhadap kelinci hias dan konsumsi daging kelinci, peluang usaha peternakan kelinci semakin menjanjikan,” imbuh dia. [WLC02]
Sumber: IPB University







Discussion about this post