Wanaloka.com – Ancaman gagal panen hingga penurunan sumber mata air berpotensi terjadi di Indonesia dampak musim kemarau kering. Diperkirakan puncak kemarau kering akan melanda Indonesia pada Agustus hingga September 2023.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebutkan, musim kemarau kering 2023 kondisinya bakal jauh lebih kering dari musim kemarau kering tiga tahun terakhir. Hal ini pengaruh dari fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif, mengakibatkan kekeringan.
Dwikoritas Karnawati menegaskan, kemarau kering tahun ini dapat mengancam stabilitas pangan nasional. Bersebab berpotensinya gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan.
Baca Juga: Kemarau Lebih Kering Tujuh Provinsi Ini Berpotensi Karhutla Lebih Besar
Kepala BMKG, mengingatkan pemerintah daerah di Indonesia untuk melakukan langkah dini antisipasi.
“Pemerintah daerah perlu melakukan aksi mitigasi dan aksi kesiapsiagaan segera. Lahan pertanian berisiko mengalami puso alias gagal panen akibat kekurangan pasokan air saat fase pertumbuhan tanaman,” kata Dwikorita.
Sebaliknya di sektor perikanan, Dwikorita mengungkapkan, terjadinya perubahan suhu laut dan pola arus selama El Nino dan IOD positif yang mendingin, lazimnya meningkatkan produksi hasil tangkap ikan di laut. Hal itu dapat dimanfaatkan sebagai pendukung ketahanan pangan.
Baca Juga: Jawa Tengah Dilanda Kekeringan Ribuan Warga Kesulitan Air Bersih
“Peluang dari kondisi ini harus dimanfaatkan karena dapat mendukung ketahanan pangan nasional,” imbuh Dwikorita.
Fenomena El Nino dan IOD Positif saling menguatkan sehingga membuat musim kemarau tahun ini dapat menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.
Jika biasanya curah hujan berkisar 20 mm per hari, sebut Dwikorita, musim kemarau ini angka tersebut menjadi sebulan sekali atau bahkan tidak ada hujan sama sekali.
Discussion about this post