Sebelumnya, Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. PP tersebut diteken Jokowi pada pada 30 Mei 2024. Pemerintah menyisipkan pasal 83A yang mengatur tentang penawaran wilayah izin usaha pertambangan khusus atau WIUPK. Bunyi Pasal 83A ayat 1 menyatakan, “Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan”.
Penyusunan PP ini diklaim pemerintah untuk mendukung kepastian investasi sub sektor pertambangan dan pelaksanaan program hilirisasi nasional.
Baca Juga: Gunung Ibu Meletus Dahsyat Tahun 1911 dan 1998, Mengapa 2024 Meletus Eksplosif?
“PP ini juga memuat pengaturan baru dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang dilakukan melalui penawaran pengelolaan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada Badan Usaha (BU) yang dimilliki organisasi kemasyarakatan keagamaan,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono Adi.
Aturan itu diatur dalam Pasal 83A. Pada ayat (1) pasal itu disebutkan bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, pemberian WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada BU yang dimiliki organisasi kemasyarakatan keagamaan. WIUPK diberikan kepada BU (yang dimiliki ormas) yang benar-benar bertujuan untuk pemberdayaan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat anggota ormas. Dengan catatan, BU apapun yang dimiliki ormas tetap harus memenuhi kriteria/persyaratan terlebih dahulu sebelum mendapatkan WIUPK.
Kemudian beberapa substansi perubahan lain dari ketentuan itu antara lain terkait pengertian Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), jangka waktu perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) milik anak Perusahaan BUMN, kriteria kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral Logam dan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara, peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penawaran pengelolaan WIUPK secara prioritas kepada BU yang dimilliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan, dan kriteria perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian.
Baca Juga: Siasat Petani Lestari Kulon Progo Beradaptasi dengan Perubahan Iklim (Bagian 2)
Substansi perubahan ketentuan mengenai RKAB, yaitu mengubah pengertian RKAB yang sebelumnya hanya meliputi rencana kerja dan anggaran biaya tahun berjalan dengan nomenklatur RKAB tahunan menjadi RKAB. Aturan ini tercantum pada Pasal 1 angka 39, Pasal 22, Pasal 48, Pasal 79, Pasal 104, Pasal 162, Pasal 177, dan Pasal 180.
“Jadi dapat diajukan dengan periode yang lebih panjang,” kata Agus.
Perubahan selanjutnya, terkait jangka waktu perpanjangan IUP atau IUPK milik anak Perusahaan BUMN diatur dalam Pasal 54 dan Pasal 109. Kedua pasal itu menegaskan bahwa BUMN maupun anak perusahaannya dapat diberikan perpanjangan IUP selama 10 tahun setiap kali perpanjangan.
Selanjutnya, untuk mendukung program-program hilirisasi nasional, PP ini mengatur kriteria kegiatan operasi produksi yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian untuk komoditas mineral logam atau kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan untuk komoditas Batubara yang diatur dalam Pasal 56 dan Pasal 111.
Baca Juga: Iklim Genting, Perempuan Petani Kulon Progo Pontang Panting (Bagian 1)
Perubahan pasal ini mengatur kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian untuk komoditas mineral logam atau kegiatan pengembangan dan/atau pemanfaatan untuk komoditas batubara dinyatakan sebagai kegiatan operasi produksi yang terintegrasi apabila memenuhi kriteria dilakukan BU pemegang IUP/IUPK yang melakukan penambangan atau BU lain apabila terdapat kepemilikan saham pemegang IUP/IUPK secara langsung atau tidak langsung sebesar paling sedikit 30 persen dan tidak dapat terdilusi.
Terakhir, PP ini memuat juga ketentuan kriteria perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang diatur dalam Pasal 195A dan Pasal 195B. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian berinvestasi bagi pemegang IUPK yang diterbitkan sebelum UU Nomor 3 Tahun 2020 apabila memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas pengolahan dan/atau permurnian serta memiliki komitmen investasi baru dalam bentuk eksplorasi lanjutan dan peningkatan kapasitas pemurnian.
Upaya itu dilakukan untuk menjaga kesinambungan produksi dan memberikan kesempatan untuk memperpanjang izin lebih awal apabila telah memenuhi kriteria yang ditetapkan. Salah satu hal yang perlu digarisbawahi pada ketentuan ini, bahwa perpanjangan hanya dapat diberikan setelah saham pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dimiliki oleh peserta Indonesia paling sedikit 51 persen dan telah melakukan perjanjian jual beli saham baru yang tidak dapat terdilusi sebesar paling sedikit 10 persen dari total jumlah kepemilikan saham kepada BUMN. [WLC02]
Sumber: Kementerian ESDM, Muhammadiyah, Nahflatul Ulama
Discussion about this post