Kelima, selain lemahnya komitmen pimpinan DPR terhadap agenda ini, secara teknis, persoalan klasik kelembagaan yang telah berlangsung sejak Orde Baru menjadi salah satu hambatan kinerja monitoring dan evaluasi yang dilakukan DPR selama ini.
Terutama mengenai terpisah-pisahnya pembagian komisi yang memantau Kementerian/Lembaga di bidang agraria, seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian LHK, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Kementerian Desa PDTT, dan Badan Geospasial. Situasi ini membuat kordinasi pengawasan lintas komisi dan K/L melambat dan melemah.
Baca Juga: Resmi Ajukan JR ke MA, Selamatkan Ormas Agama dari Suap Politik Tambang
Atas catatan kritis di atas, kami mengingkatkan seluruh anggota DPR dan DPD terpilih ke depan secara serius dan konsekuen bekerja untuk mengedepankan kepentingan rakyat dan agenda reforma agraria. DPR dan DPD sudah selayaknya mengembalikan muka sebagai wakil rakyat yang memiliki peran strategis dalam pembentukan hukum, anggaran pembangunan dan mengawasi kinerja pemerintahan sesuai dengan mandat UUPA 1960.
Terkait kritikan tersebut, KPA menyampaikan rnam tuntutan kepada DPR dan DPD.
Pertama, secara serius dan konsekuen melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja pemerintahan dalam pelaksanakan agenda reforma agraria sesuai mandat UUPA 1960 dan TAP MPR RI No.IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Sumberdaya Alam.
Baca Juga: Kecelakaan Kerja Lagi di Kawasan IMIP, Pelatihan K3 Penting dan Bukan Formalitas
Kedua, secara intens membuka partisipasi publik yang lebih bermaksana melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan pertemuan semacamnya untuk mengurai persoalan konflik agraria yang terjadi di berbagai wilayah
Ketiga, mengevaluasi dan mencabut regulasi anti petani dan agenda reforma agraria seperti UU Cipta Kerja dan produk hukum turunannya yang terkait dengan Bank Tanah, Food Estate, PSN, IKN, KEK, KSPN, HPL, forest amnesty, KHDPK, dll., serta menghentikan segala jenis kejahatan agraria yang telah berlangsung, sehingga ke depan konstitusi dapat diselamatkan, demokrasi ditegakkan, dan reforma agraria sejati dapat diwujudkan.
Keempat, memperbaiki kebijakan pembentukan undang-undang yang menjamin keterlibatan Petani dan Organisasi Gerakan Reforma Agraria dalam seluruh tahapannya.
Baca Juga: Suara Perempuan Petani Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim
Kelima, mendorong, menyusun dan mengesahkan RUU Reforma Agraria serta RUU Masyarakat Adat sebagai penguat cita-cita UUPA. Sekaligus menjadi landasan hukum bagi pelaksanaan redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, pengakuan wilayah adat, perombakan monopoli tanah, dan pembangunan pertanian, pangan serta pedesaan dalam kerangka Reforma Agraria.
Keenam, perlu perombakan yang mendasar dan sistematis, terutama penyatuan K/L yang mengurusi persoalan di bidang agraria dalam satu komisi sehingga membuat kordinasi pengawasan dan evaluasi menjadi cepat dan efektif dalam satu pintu pengawasan. [WLC02]
Discussion about this post