“Kebijakan yang paling direkomendasikan terutama di bidang transportasi. Disusul mengawasi industri dengan memasang alat kontrol emisi yang lebih baik, juga mendorong efisiensi energi,” papar Sigit.
Lembaga Vital Strategies melakukan studi yang lebih detil dan menghasilkan delapan rekomendasi khusus DKI Jakarta. Pertama, pengadaan kendaraan operasional listrik. Kedua, pengetatan standar emisi transportasi umum menjadi EURO4. Ketiga, pengadaan bus listrik untuk Transjakarta non-mikro. Keempat, uji emisi berkala (target EURO2). Kelima, peralihan ke angkutan umum. Keenam, konversi ke kompor listrik. Ketujuh, pengendalian debu konstruksi. Kedelapan, pelarangan pembakaran sampah terbuka.
Baca Juga: Tiga Pulau Indonesia Diguncang Lindu Hari Ini
Sigit mengklaim sebagian rekomendasi sudah dikerjakan PJ. Gubernur DKI Jakarta yang berkomitmen akan menambah 100 kendaraan Transjakarta elektrik. Yang kita dorong untuk jangka pendek ini adalah uji emisi berkala yang menjadi potensi yang besar untuk mengurangi emisi dari kendaraan yang ada agar sesuai baku mutu.
Jakarta Paling Polusi itu Framing?
Namun, Sigit menegaskan bahwa uji emisi bertujuan untuk membuat baku mutu emisi yang keluar dari kendaraan bermotor dapat sesuai dengan yang telah ditentukan. Ia juga meminta jangan hanya kendaraan yang teregistrasi di Jakarta saja yang dilakukan uji emisi. Melainkan juga kendaraan yang dari kawasan Jabodetabek.
Terkait framing Jakarta merupakan kota terpolusi di dunia, Sigit menegaskan hal tersebut tidak valid dan perlu diluruskan. Ia menyebutkan perlu data pembanding dengan sistem pemantauan kualitas udara yang lainnya. Sistem IQ Air adalah data yang sering dikutip, tapi juga ada pembanding yang perlu dilihat.
Baca Juga: Budy Wiryawan: Aplikasi IKAN Dukung Keberlanjutan Konservasi Perikanan
“Sekali lagi kita terima kasih dengan sistem pemantauan yang ada untuk memberikan peringatan. Kalau kita di-framing bahwa kita itu nomor satu terkotor di seluruh dunia, itu yang barang kali kita perlu melihat sumber informasi lain seperti yang Index Visual Map,” terang Sigit.
Sigit menambahkan, data pada waktu itu di Jakarta itu 119, ada di Copenhagen itu 500, di Alaska terjadi kebakaran hutan 200, dan juga China 262, ada 208 di India, dan di Eropa ada satu kota di Spanyol 272.
“Artinya framing Jakarta terpolusi nomor satu di dunia perlu diluruskan sehingga sebetulnya kalau dicek seperti ini. Kalau ingin lebih fair, kita juga harus mengecek ke sumber serupa yang punya data yang sejenis,” tambah Sigit.
Baca Juga: Baru 3,7 Juta dari 26,9 Juta Ha Wilayah Adat Dapat Pengakuan Pemda
Alat sistem pemantauan kualitas udara harus diletakkan pada kondisi yang ideal. Alat pemantau tersebut harus diletakkan pada tempat yang tidak terpengaruh dengan gedung dan pohon di sekitarnya, sehingga data yang didapat adalah data udara ambient. Sigit juga menjelaskan keadaan sensor pengukuran yang tidak sesuai standar dapat menyebabkan kesalahan data akibat fenomena street canyon. Yakni kondisi di mana angin hanya berputar di sekitar gedung-gedung yang ada di perkotaan.
Sigit mengingatkan cita-cita Indonesia sebagai bangsa yang maju, yang lepas menuju negara yang berpendapatan tinggi. Bahwa budaya orang-orang di negara maju adalah hirarki transportasi yang utama adalah pejalan kaki, kemudian pesepeda, kendaraan umum, kendaraan listrik.
“Kendaraan pribadi berbahan bakar fosil itu paling bawah,” kata Sigit. [WLC02]
Sumber: BPMI Setpres, KLHK
Discussion about this post