Misalnya, dalam Covid-19, masyarakat perlu dibatasi mobilitasnya guna mengurangi penyebaran virus melalui kebijakan PSBB dan PPKM. Kebijakan represif yang dimaksud adalah jika ada masyarakat yang melanggar, maka diberi sanksi.
“Tidak menutup kemungkinan itu terjadi karena kultur hukum masyarakat Indonesia cenderung permisif. Bahasa sehari-harinya nggampangno,” papar alumni Coventry University itu.
Aspek kebijakan yang muncul dari kebencanaan adalah munculnya pemberatan tindak pidana dan force majeur (keadaan kahar). Pemberatan tersebut misalnya terkait kasus korupsi bantuan sosial Covid-19. Publik merasa keadilan akan tercapai apabila pelaku dihukum seberat-beratnya. Hal tersebut dilakukan saat ada bencana.
Baca Juga: Terungkap, Gempa Cianjur Dipicu Sesar Baru Cugenang yang Melewati Sembilan Desa
Sedangkan force majeur adalah penundaan sementara pelaksanaan kewajiban seseorang. Kukuh mengatakan korban bencana tidak bisa dipaksa untuk melaksanakan kewajibannya dalam membayar utang.
Ketiga, aspek rehabilitasi. Pemerintah memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar korban bencana. Kebutuhan dasar yang dimaksud adalah sandang, pangan, dan obat-obatan.
“Kalau properti hilang atau rusak akibat bencana itu bukan bagian dari kewajiban,” kata Kukuh. [WLC02]
Sumber: Unair
Discussion about this post