Pakar Entomologi IPB University, Prof. Damayanti Buchori menyoroti betapa selama ini manusia kerap memandang serangga dari sisi negatifnya saja.
“Kalau dengar kata serangga, yang terlintas di benak orang biasanya semut, kecoa, atau nyamuk. Padahal serangga memegang peran kunci dalam hampir semua proses ekologi,” ujar dia.
Baca juga: Janji Komisi IV DPR, Revisi UU Kehutanan Terbuka hingga Ada Pengakuan Hutan Adat
Secara tak langsung, ia mengatakan bahwa serangga hadir di hampir seluruh tingkat trofik dalam rantai makanan. Kecuali autotroph, yakni organisme yang mampu menghasilkan makanan/energi sendiri.
“Serangga bisa menjadi herbivora, karnivora, hingga dekomposer. Bahkan tanpa mereka, proses daur ulang nutrisi di alam akan sangat lambat,” kata dia.
Salah satu peran paling mendasar serangga, menurut Damayanti adalah penyerbukan. Dalam 75 sampai 80 persen tanaman berbunga (Angiospermae) bergantung pada penyerbukan oleh hewan dan mayoritas di antaranya adalah serangga.
Baca juga: Yance Arizona, RUU Masyarakat Adat Masuk Prolegnas 2025 Tapi Perlu Pembaruan Draf Lagi
“Bayangkan kalau tidak ada lebah atau kupu-kupu. Hasil tanaman seperti kopi, teh, coklat, dan berbagai buah-buahan serta sayuran tak akan bisa dinikmati seperti sekarang,” jelas dia.
Sebagai Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Damayanti juga mengulas peran serangga sebagai musuh alami hama tanaman.
“Predator seperti tomcat itu memakan hama wereng, termasuk wereng batang cokelat. Kalau populasinya seimbang, kita tak butuh pestisida,” tutur dia.
Baca juga: GeoAI, Sistem Prediksi Suhu Permukaan Bumi untuk Adaptasi Iklim
Peran penting lain dari serangga adalah sebagai dekomposer. Kumbang kotoran, lalat bangkai, bahkan rayap, misalnya, mempunyai peran penting karena dapat menguraikan feses, bangkai, dan pohon-pohon yang tumbang di hutan, dan mengembalikan unsur-unsur hara kedalam tanah.
“Bahkan dalam dunia forensik, serangga digunakan untuk menentukan waktu kematian melalui urutan datangnya lalat dan kumbang pada bangkai,” ungkap dia.
Ia juga menyebutkan peranan serangga dalam siklus hidup pohon beringin atau dikenal sebagai bagian dari genus Ficus. Keberadaan Ficus sangat tergantung pada penyerbuknya, yaitu tabuhan kecil dari famili Agaonidae. Ada proses koevolusi yang telah terjadi ribuan tahun antara Ficus dan Agaonidae. Jika spesies tabuhan itu punah, maka spesies Ficus yang bergantung padanya juga akan punah.
Damayanti mengajak masyarakat untuk tidak hanya fokus pada sisi negatif serangga.
“Jangan merendahkan hewan-hewan kecil. Serangga itu memang kecil, tapi dampaknya luar biasa,” kata Damayanti. [WLC02]
Sumber: IPB University
Discussion about this post