Wanaloka.com – Rombongan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno melihat langsung lokasi pembangunan huntara dan lokasi pembangunan hunian tetap (huntap) bagi masyarakat terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, Minggu, 24 November 2024.
“Masyarakat yang dalam radius berbahaya sedang dipersiapkan tempat untuk relokasi,” kata Pratikno dalam rapat koordinasi peninjauan perkembangan penanganan erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Kantor Bupati Flores Timur sebelum peninjauan, Minggu, 24 November 2024.
Pembangunan huntap memerlukan proses cukup matang. Sebab pemerintah tidak bisa membangun tanpa ada kajian terkait keamanan dari potensi terdampak erupsi kemudian hari. Tidak hanya membangun rumah, tapi membangun kehidupan. Dengan demikian, sisi sosial dan sumber ekonomi masyarakat menjadi pertimbangan penting.
Baca Juga: KPA Ingatkan Rencana Reforestasi 12 Juta Ha Berpotensi Langgengkan Konflik Agraria
“Kami jangan menjauhkan warga dari kebunnya, kalau bisa kebunnya lebih dekat dijangkau dari huntap. Masih perdalam (dikaji) lagi, kami menjaga betul agar pindah ini justru meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” papar Pratikno.
Sembari menunggu pembangunan huntap yang tengah dalam kajian, pemerintah menyiapkan huntara. Berdasarkan data sementara, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan menyiapkan 442 unit hunian sementara (huntara) untuk masyarakat terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Jumlah huntara tersebut dapat digunakan lebih dari 2.000 kepala keluarga. Huntara dibangun dengan tipe kopel 5, artinya satu unit hunian sementara terdiri dari lima KK.
“Di bawah kendali Kepala BNPB, sudah mulai dibangun hunian sementara. Dalam waktu dua bulan ke depan huntara sudah jadi,” ucap Pratikno .
Baca Juga: Waspada Bencana Hidrometeorologi Akibat La Nina Hingga April 2025
Mediasi dengan masyarakat adat
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto menambahkan, semua lokasi yang akan dijadikan huntap masih terus dilakukan perencanaan yang matang. Sebab lahan yang akan dijadikan relokasi berasal dari bermacam kepemilikan. Ada yang menggunakan kawasan hutan lindung, hibah dari masyaraka t dan adat.
“Untuk tanah adat, besok dalam proses mediasi. Ada juga tanah yang sudah diserahkan pemilik, sehingga harus jelas. Masyarakat mau relokasi terpusat (yang ditetapkan), tidak ada penolakan,” kata Suharyanto.
Bahkan ada juga sebagian masyarakat yang mau relokasi mandiri. Menurut Suharyanto, pilihan itu menunjukkan masyarakat menyadari kalau tinggal di tempat yang lama (terdampak erupsi sebelumnya) itu berbahaya.
Discussion about this post