Sementara di Sumatera Utara, berdasarkan data Analis Tata Usaha Balai Besar KSDA Sumut, Evansus Renandi Manalu, jumlah penyerahan satwa liar, baik oleh masyarakat maupun lembaga (institusi) sepanjang tahun 2024 cukup tinggi. Hingga November 2024, tidak kurang dari 19 kegiatan. Ada apa di balik penyerahan tersebut?
Giat penyerahan satwa liar terdata menyasar serta menyebar di sejumlah kabupaten dan kota di Sumatera Utara, meliputi Kota Medan, Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Karo, Kota Binjai, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Batubara, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Tapanuli Selatan.
Baca Juga: Ada Terowongan untuk Lintasan Satwa Liar di Tol Akses IKN
“Kegiatan terbanyak terjadi di Kota Medan, yakni ada enam kegiatan,” kata Evansus.
Beragam jenis satwa liar yang diserahkan, antara lain jenis yang dilindungi seperti Labi-labi Moncong Babi (Carettochelys insculpta), Buaya Muara (Crocodylus porosus), Buaya Senyulong (Tomistoma schlegelii), Owa Ungko (Hylobates agilis), Kucing Hutan (Felis bengalensis), Kucing Kuwuk (Prionailurus bengalensis). Juga Kukang (Nycticebus coucang), Ular Sanca (Phytonidae), Biawak Monitor (Varanus), Kadal Panana (Tiliqua gigas), Baning Coklat (Manouria emys), Burung Rangkong (Bucerotidae), Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) dan Burung Beo (Gracula religiosa).
Selain itu juga penyerahan satwa liar yang bukan dilindungi, seperti Kadal Duri Mata Merah (Tribolonatus gracilis), Iquana (Iquana iquana), Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Beruk (Macaca nemestrina) dan Burung Hantu (Tyto alba).
Baca Juga: Gunung Ibu Erupsi, Gunung Marapi Jadi Waspada
Penyerahan satwa liar dilatarbelakangi beberapa faktor. Antara lain kasus atau peristiwa interaksi negatif antara warga dengan satwa liar, satwa yang masuk dalam perangkap. Juga hasil tangkapan dan penindakan hukum yang dilakukan aparat penegak hukum, khususnya jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara dan Karantina Pelabuhan Tanjung Balai. Kemudian hasil peliharaan, dan perjumpaan warga dengan satwa liar.
Ada juga warga yang menyerahkan satwa miliknya karena mengetahui satwa peliharaannya jenis yang dilindungi dan khawatir dikenakan sanksi hukum. Warga tersebut belajar dari kasus-kasus atau peristiwa penindakan hukum sebelumnya yang sempat viral di media baik media cetak, elektronik maupun media sosial.
“Apapun alasan dan latar belakang penyerahan satwa liar, tentunya patut untuk diapresiasi karena mulai timbul kesadaran warga, bahwa memiliki dan memelihara satwa liar punya konsekuensi hukum bagi jenis yang dilindungi,” jelas Evansus.
Baca Juga: Eksplorasi Rafflesia Terkecil hingga Burung Enggang di TWA Danau Sicike cike
Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (2) jo. Pasal 40 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, mengingat satwa tersebut dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi.
Sedangkan bagi jenis yang tidak dilindungi, seperti monyet ekor panjang dan beruk yang merupakan satwa peliharaan, timbul juga kesadaran bahwa sewaktu-waktu dapat memunculkan masalah dan bahkan menjadi korban keganasan dari satwa tersebut.
Penyerahan satwa liar ini, khususnya jenis yang dilindungi, juga menjadi catatan penting bahwa tidak semua kasus yang menerapkan upaya penegakkan hukum dengan cara-cara penindakan menjadi solusi penyelesaian. Sebaliknya, upaya preemtif dan preventif terkadang jauh lebih berdampak, karena cara-cara tersebut dapat membangun kesadaran untuk secara sukarela menyerahkan satwa kepada petugas sekaligus memberi motivasi baginya guna menyebarkan benih baik kesadaran kepada masyarakat sekitar.
Baca Juga: Nervilia punctata, Anggrek Penyambut Hujan di Tambora
“Selain itu, langkah preemtif dan preventif merupakan bentuk efisiensi waktu, energi dan biaya,” ujar Evansus.
Timbulnya kesadaran warga untuk menyerahkan satwa liar tentunya tidak terlepas dari efektivitas kegiatan sosialisasi yang dilakukan, baik secara langsung melalui penyuluhan maupun melalui berbagai media pendukung, seperti media sosial, media cetak dan media elektronik.
Pada tahun 2025, ia berharap kesadaran masyarakat akan terus bertumbuh dan meningkat. Untuk mencapai ekspektasi tersebut dibutuhkan kerja serius, kerja keras dan kerja cerdas dalam mengedukasi masyarakat. [WLC02]
Discussion about this post