Johannes Agustinus Dezentje biasa disebut sebagai Tinus Dezentje. Ia adalah anak seorang pegawal berkebangsaan Eropa untuk raja dari Kasunanan Surakarta bernama August Jan Caspar (1765-1826).
Pendeta S. Buddingh menuturkan, gaya hidup Tinus bak bangsawan Jawa, meskipun ia berdarah Eropa. Arsitektur bangunan rumahnya bergaya rumah bangsawan Surakarta atau bupati Jawa. Dilengkapi kebun binatang, tembok tebal yag mengelilingi rumah seperti benteng yang dilengkapi bastion dan gardu pengawas.
Baca Juga: Dampak Gempa Megathrust di Selatan Jawa Melebihi Tsunami Aceh, Mitigasi Serius Segera
Tinus menikah dengan Johanna Dorothe Boode pada usia 18 tahun. Tiga tahun kemudian mempersunting kerabat Raja Surakarta bernama Raden Ayu Tjokrokoesoemo. Seiring dengan perluasan tanah perkebunannya.
Namun, pemerhati budaya dari Forum Budaya Mataram, BRM Kusumo Putro menambahkan, perang Jawa (1825-1830) telah mengancam bisnis perkebunan miliknya. Untuk menjamin keamanan bisnisnya, Tinus rela mengeluarkan biaya untuk mempekerjakan 1.500 serdadu asing yang kemudian lebih dikenal sebagai Detasemen Dezentje. Detasemen ini merupakan pasukan pembantu militer Belanda (hulptroepen).
Baca Juga: Walhi Beberkan Solusi Palsu Krisis Iklim dalam Kebijakan Pemerintah
“Dezenjte adalah salah satu musuh Pangeran Diponegoro. Sebab pasukan Pangeran Diponegoro agak keteteran ketika bertempur di Ungaran karena orang ini,” ungkap Kusumo.
Lokasi pertempuran itu terdapat makam salah satu senopati Pangeran Diponegoro yang gugur.
Atas permintaan Gubernur Jenderal De Kock, Dezentje juga mempengaruhi raja untuk tetap bersikap netral dalam Perang Jawa. Kerajaan Belanda memberikan penghargaan berupa Orde de Nederlandse Leeuw kepada Tinus atas jasanya itu.
Tinus meninggal pada 7 November 1839 dalam usia 42 tahun. Ia mewariskan lahan perkebunan seluas 1.275 hektare. Makamnya di Makam Kerkhof “Dezentje” di Ampel. [WLC02]
Sumber: Universitas Sebelas Maret (UNS), Portal Pemkab Boyolali
Discussion about this post