Senin, 27 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Menguak Asal Usul Penyu Indonesia Lewat Sidik Jari Genetik yang Berbeda

Genetika bisa menjadi jendela untuk menelusuri silsilah penyu. Dari nenek moyang mereka hingga melihat seberapa erat keterhubungan antarkelompok dari pulau ke pulau.

Sabtu, 2 Agustus 2025
A A
Ilustrasi penyu. Foto ambquinn/pixabay.com.

Ilustrasi penyu. Foto ambquinn/pixabay.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Di kawasan ini, tim menemukan populasi penyu dari Kwatisore dan Pulau Yapen punya komposisi genetik yang berbeda meski secara geografis tidak terlalu berjauhan.

Apa yang menyebabkan perbedaan itu?

Ternyata jawabannya adalah arus laut. Selama musim angin barat laut, arus laut bertindak seperti pagar alami, menghalangi pertukaran genetik antarpopulasi. Akibatnya, penyu dari wilayah satu dan lainnya berkembang dengan jalur evolusi masing-masing. Mereka seperti dua saudara yang tinggal di desa berbeda dan tumbuh dengan budaya sendiri-sendiri.

Baca juga: Menjaga Mangrove Lewat Stop Buang Sampah, Terbitkan Regulasi dan Gandeng Kampus

Pemetaan ini membagi populasi penyu lekang ke dalam beberapa klad. Salah satu klad besar terdiri dari lima lokasi di Indonesia bagian barat seperti Aceh, Pariaman, Panggul, Serangan, dan Tuafanu dan punya koneksi genetik dengan populasi dari India. Sementara klad lainnya ditemukan di timur Indonesia yakni Kapoposang, Pulau Yapen, dan Teluk Cendrawasih.

Australia sendiri ternyata berbagi sebagian besar haplotipe dengan wilayah Indonesia.

“Bayangkan betapa menakjubkan seekor penyu yang bertelur di pesisir Papua ternyata punya ikatan genetik dengan sepupu jauhnya di pesisir barat India,” ungkap Begin.

Baca juga: Wilayah Tektonik Kamchatka Mirip Pantai Barat Sumatra, Pantai Selatan Jawa dan Utara Halmahera

Dasar merumuskan konservasi

Temuan-temuan ini bukan hanya jadi catatan ilmiah semata. Ia memberi pesan yang tegas, konservasi tak bisa disamaratakan. Populasi penyu dengan genetik berbeda tentu membutuhkan pendekatan yang juga berbeda. Ini seperti meracik obat yang tidak semua pasien bisa disembuhkan dengan resep yang sama.

Konservasi yang selama ini mengandalkan model umum, kini harus lebih presisi. Di daerah dengan keragaman genetik tinggi, strategi pelestarian harus fokus menjaga variasi agar tak hilang. Sebaliknya, di wilayah dengan pertukaran genetik rendah, perlu pendekatan yang bisa menjaga populasi agar tak menyusut akibat perkawinan sedarah atau jumlah individu yang terlalu sedikit.

“Fakta ini mengingatkan bahwa penyu kita tidak bisa lagi diperlakukan sebagai satu populasi tunggal. Mereka unik. Mereka punya identitas genetik masing-masing,” kata dia.

Baca juga: Muka Air Laut di Wilayah Indonesia Naik di Bawah 0,5 Meter Usai Gempa M8,7 Rusia, Berbahayakah?

Dan bila satu populasi punah, misalnya di Teluk Cendrawasih, maka haplotipe yang hanya ada di sana bisa hilang selamanya. Tidak bisa digantikan oleh populasi dari Aceh, apalagi dari Australia, inilah urgensi konservasi berbasis genetika.

Pengetahuan tentang struktur genetika ini membuka pintu untuk menyusun rencana konservasi yang lebih tepat sasaran dan berkelanjutan. Tak hanya menjaga lingkungan, upaya ini juga menyentuh ranah ekonomi lokal, budaya pesisir, hingga industri pariwisata yang bertumpu pada keindahan laut.

Dengan pendekatan ini, Begin menyimpulkan, konservasi tak lagi sekadar menjaga agar penyu tetap hidup. Namun memastikan mereka tetap menjadi bagian dari simfoni laut tropis yang utuh, lestari, dan diwariskan hingga generasi mendatang. [WLC02]

Sumber: IPB University

Terkait

Page 2 of 2
Prev12
Tags: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Universitypenyusidik jari

Editor

Next Post
Masjid Al Muharram, salah satu masjid ramah lingkungan yang terletak di Bantul, DIY. Foto Gerakan Sedekah Sampah.

Masjid Ekoteologi, Tempat Ibadah Sekaligus Pelestari Lingkungan

Discussion about this post

TERKINI

  • Kebakaran lahan gambut di palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto Aulia Erlangga/CIFOR.Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut Lewat Pendekatan Ekohidrologi
    In IPTEK
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • TPST Kranon di Kota Yogyakarta. Foto Dok. Portal Pemkot Yogyakarta.Walhi Yogyakarta Desak DIY Tolak Proyek PSEL yang Meningkatkan Degradasi Lingkungan di Piyungan
    In Lingkungan
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • Air conditioner yang dipasang di rumah-rumah. Foto terimakasih0/pixabay.com.Cuaca Panas Tiap Tahun Makin Ekstrem, Penggunaan AC Justru Meningkatkan Udara Panas
    In IPTEK
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Biodiesel 40 persen (E40). Foto Kementerian ESDM.Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
    In News
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media