“Kenyataannya di Indonesia, 50 persen sampahnya organik. Termasuk di UGM Itu sampah organiknya 60 persen, dan itu baru dari sampah daun,” imbuh dia.
Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat, Amin Susiatmojo mengharap ada kolaborasi antar unsur di UGM, sehingga permasalahan sampah di UGM bisa teratasi.
Baca juga: Anggota DPR Dukung Usulan RUU Geologi agar Data Kekayaan Alam Akurat
“Kami ingin sampah di UGM bisa diselesaikan secara mandiri sehingga tidak membebani pemerintah daerah. Saya kira proses teknologi daur ulang sampah di PIAT ini menjadi contoh yang baik bagi perguruan-perguruan tinggi lain melakukan hal yang sama,” ujar dia.
Kelola sampah kampus secara mandiri
Rektor UGM, Prof. Ova Emilia mengatakan permasalahan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan peran aktif dari komunitas akademik. Harus ada gerakan-gerakan nyata, meskipun tidak mudah untuk mengubah perilaku.
“Saya mengusulkan perlu ada semacam gimmick, seperti award untuk kantin, atau apapun itu yang dilakukan Satgas Sampah untuk mendorong peran UGM dalam menyelamatkan bumi,” ujar Ova dalam acara deklarasi pengelolaan dan pengurangan sampah bertema “Kolaborasi Sivitas Akademika UGM Wujudkan Kampus Peduli Sampah” untuk memperingati HPSN di PIAT UGM, Kamis, 20 Februari 2025.
Baca juga: Microforest Jadi Alternatif Baru Dekarbonisasi di Dunia Industri
Tidak hanya PIAT, komunitas mahasiswa Lokalogi juga ikut menanggulangi sampah di setiap kegiatan di kampus serta peran mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang ikut menanggulangi persoalan sampah di daerah. Yang telah dilakukan para sivitas akademika di kampus ini, menurut dia sebagai investasi modal dalam pengelolaan lingkungan berkelanjutan untuk masa depan.
“UGM mendeklarasikan komitmen pengelolaan sampah. Dan saya mengajak semua komponen bisa saling berkolaborasi dalam pengelolaan sampah di lingkungan kampus, wilayah DI Yogyakarta, ataupun di wilayah Indonesia,” tutur dia.
Direktur DPKM, Rustamadji dalam laporannya menjelaskan berbagai bentuk aksi nyata yang telah dilakukan UGM pada program pengelolaan sampah secara internal. Meliputi pemilahan sampah terstruktur, pengolahan sampah organik menjadi pupuk, program bank sampah, serta pemanfaatan aplikasi digital untuk memantau dan mengelola data sampah serta menggunakan alat pencacah plastik guna mendukung proses daur ulang.
Baca juga: Kekayaan Warisan Budaya Bawah Air di Perairan Belitung
UGM juga meningkatkan sosialisasi dan edukasi terkait pentingnya pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Workshop dan pelatihan mengenai pemilahan dan pengolahan sampah telah dilaksanakan di berbagai fakultas guna memperkuat kesadaran sivitas akademika.
“Saat ini backbone dari pengelolaan sampah masih di Direktorat Aset sebagai pengumpul, lalu dibawa ke PIAT. Di sini sampah kemudian diolah dan dilakukan pengelolaan menjadi bentuk-bentuk lain dengan nilai ekonomi tentunya,” jelas Rustamadji.
Meskipun telah menunjukkan banyak kemajuan dalam pengelolaan sampah, UGM masih menghadapi sejumlah tantangan seperti kurangnya kesadaran dalam pemilahan sampah dan keterbatasan infrastruktur. Untuk mengatasinya, UGM akan meningkatkan sosialisasi dan edukasi secara berkelanjutan, serta pengadaan sarana dan prasarana melalui peningkatan kerja sama dengan berbagai pihak eksternal.
“Yang terakhir adalah penguatan regulasi internal dan insentif bagi unit kerja yang berkomitmen dalam pengelolaan sampah,” ucap dia. [WLC02]
Sumber: UGM
Discussion about this post