Suharyanto mengemukakan, sepekan terakhir, sejak tanggal 3 sampai 9 Oktober 2022, telah terjadi 66 kejadian bencana hidrometeorologi basah yang meliputi 35 kejadian bajir, 16 tanah longsor dan 15 cuaca ekstrem.
“Dari seluruh kejadian itu, ada sebanya 9 jiwa meninggal dunia, 1 hilang dan 151.156 warga terdampak,” ujar Suharyanto.
Menyikapi rentetan kejadian bencana itu, Kepala BNPB mengingatkan kembali pemerintah daerah agar segera menerbitkan status tanggap darurat apabila terjadi bencana. Hal itu menjadi penting, sebab dengan diterbitkannya status tanggap darurat maka seluruh stakeholder dapat memberikan bantuan dan dukungan untuk mengurangi dampak risiko, baik memininalisir jatuhnya korban jiwa maupun kerugian materi dan penghidupan lainnya.
Baca Juga: BNPB Serukan Mitigasi Potensi Bencana Dampak Cuaca Ekstrem
“Tanggap darurat ini dilakukan secapat mungkin, agar warga yang tedampak bencana segera dapat terbantu. (Seluruh stakeholder) Ini baru bisa masuk setelah daerah menetapkan status tanggap darurat,” kata Suharyanto.
Kepala BNPB menegaskan, penanggulangan bencana adalah urusan bersama. Penanganan bencana harus melibatkan seluruh unsur stakeholder mulai dari BPBD, TNI, Polri, Basarnas, Dinas PUPR, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, akademisi, media massa, relawan hingga masyarakat. Oleh sebab itu, menurut Suharyanto, perlu ada sinergitas antar stakeholder yang dimulai dari koordinasi.
Baca Juga: Tips Kontrol Asupan Gula, Rajin Cek Label Kemasan Pangan
Suharyanto meminta pucuk pimpinan BPBD untuk menginisiasi giat yang merujuk pada peningkatan kesiapsiagaan, seperti monitoring situasi saat hujan, penyiapan jalur dan tempat evakuasi serta penguatan peringatan dini bersama TNI dan Polri.
“Perlu ditingkatkan koordinasi secara sinergis. Tolong kepala BPBD ini menjadi pendorong, menjadi inisiator dan koordinator. Silakan diadakan koordinasi dengan komandan TNI dan Polri di daerah,” pungkas Suharyanto. [WLC01]
Discussion about this post