Minggu, 26 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Pakar Tegaskan Sekolah dan Orang Tua Bisa Menolak MBG Akibat Keracunan Berulang

Sabtu, 27 September 2025
A A
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengunjungi siswa korban keracunan MBG di Bandung Barat, 25 September 2025. Foto Tonda-Dep/DPR.

Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengunjungi siswa korban keracunan MBG di Bandung Barat, 25 September 2025. Foto Tonda-Dep/DPR.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Sejak diluncurkan pada Januari 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) tercatat telah menyebabkan ribuan siswa mengalami keracunan di berbagai wilayah, seperti di Baubau, Banggai, Garut, Bandung Barat. Alih-alih meningkatkan status gizi siswa, kejadian ini justru mengundang atensi yang mempertanyakan kesiapan pengelolaannya.

Kepala Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM, Prof. Sri Raharjo menilai akar persoalan terletak pada lemahnya pengawasan dan besarnya target yang ingin dicapai dalam waktu yang singkat.

Menurut Sri Raharjo, target pemerintah untuk menyasar 80 juta siswa pada tahun pertama, seperti yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, merupakan langkah yang terburu-buru.

Baca juga: UGM dan IPB Bicara Soal Restorasi Hutan dan Reklamasi Bekas Tambang

“Istilahnya too much too soon, apalagi membangun 30 ribu unit dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) membutuhkan biaya, tenaga, dan sistem yang tidak kecil,” ujar dia di Kampus UGM, Jumat, 26 September 2025.

Pemerintah seharusnya fokus pada kualitas dan keamanan pangan yang menjamin keamanan setiap porsi. Kasus keracunan berulang terjadi karena fungsi pengawasan sejak awal tidak berjalan baik. Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga baru dinilai belum memiliki cukup sumber daya manusia, sementara SPPG juga belum siap secara menyeluruh.

“Jika siswa yang ditargetkan semakin banyak, jumlah SPPG semakin hari juga semakin banyak, tetapi pengawasannya tetap lemah. Ini relevan dengan kasus keracunan yang meningkat. Apalagi memasak ribuan porsi dalam waktu singkat berpotensi membuat makanan yang tidak matang merata hingga risiko adanya zat beracun dan bakteri patogen yang masih hidup,” papar dia.

Baca juga: BMKG Uji Kesiapsiagaan Dampak Gempa M9,0 Selat Sunda Lewat IOWAVE25

Sri Rahardjo mengingatkan kegagalan pengelolaan MBG akan merugikan banyak pihak. Selain menurunkan kepercayaan publik, keracunan yang berulang dapat berakibat pada gangguan kesehatan anak, mulai dari diare hingga penurunan nafsu makan, yang bertolak belakang dengan tujuan awal program peningkatan gizi.

Lebih jauh, ia juga menyoroti pentingnya peran payung hukum untuk program MBG yang aman.

“Idealnya ada aturan khusus yang mengatur, seperti di Jepang yang memiliki undang-undang resmi tentang makan siang di sekolah. Namun, pembentukan undang-undang tentu membutuhkan waktu,” papar dia.

Baca juga: Jatam Menilai Pemerintah Sedang Memoles Citra Lewat Lahan Tambang Bermasalah

Sembari mengharapkan perbaikan regulasi dan pengawasan, Sri Rahardjo menyatakan sekolah dan orangtua berhak menentukan sikap pada program MBG. Mereka dapat menerima atau menolak penyediaan makanan sesuai kesiapan dan kapasitas SPPG.

“Jika mereka merasa program belum siap, mereka bisa menolak dan tidak bisa dipidanakan,” tegas Guru Besar Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian itu.

Ia juga menekankan pentingnya evaluasi dan pendataan terkait program MBG. Juga mengetahui kondisi status gizi siswa pada awal dan akhir tahun pertama kebijakan dicanangkan. Menurut dia, akan menjadi lebih baik apabila pemerintah dapat memastikan kasus keracunan tidak terulang kembali.

Baca juga: Kepemimpinan Baru Walhi Janjikan Garda Terdepan Keadilan Ekologis

Perlu alat uji pangan dan tes organoleptic

Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal melakukan kunjungan lapangan dalam rangka fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Program MBG, menyusul kasus keracunan yang dialami sejumlah siswa di Kabupaten Bandung Barat. Insiden tersebut terjadi di dua dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), yakni di Dapur SPPG Cipari dan Dapur SPPG Neglasari yang menyalurkan makanan ke sekolah-sekolah penerima layanan.

Cucun menegaskan, pengawasan ini bersifat mendesak agar program prioritas Presiden yang bertujuan meningkatkan gizi anak bangsa tidak tercoreng oleh kelalaian teknis.

“Kami tidak ingin program yang baik dan visioner ini rusak hanya karena lemahnya pelaksanaan atau pengawasan di lapangan,” ujar dia saat meninjau langsung dapur MBG dan Posko Kesehatan Kecamatan Cipongkor yang menjadi titik penanganan korban keracunan, di Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis, 25 September 2025.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Rekomendasikan Pembentukan Badan Pelaksana Reforma Agraria

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: Fakultas Teknologi Pertanian UGMkeracunan MBGKLH/BPLHprogram MBGsampah MBGSPPG

Editor

Next Post
Kompos dari sisa dapur untuk pupuk tanaman. Foto melGreenFR/pixabay.com.

Tren Pertanian Organik Meningkat, Dorong Pemanfaatan Pestisida dan Pupuk Nabati

Discussion about this post

TERKINI

  • Kebakaran lahan gambut di palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto Aulia Erlangga/CIFOR.Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut Lewat Pendekatan Ekohidrologi
    In IPTEK
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • TPST Kranon di Kota Yogyakarta. Foto Dok. Portal Pemkot Yogyakarta.Walhi Yogyakarta Desak DIY Tolak Proyek PSEL yang Meningkatkan Degradasi Lingkungan di Piyungan
    In Lingkungan
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • Air conditioner yang dipasang di rumah-rumah. Foto terimakasih0/pixabay.com.Cuaca Panas Tiap Tahun Makin Ekstrem, Penggunaan AC Justru Meningkatkan Udara Panas
    In IPTEK
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Biodiesel 40 persen (E40). Foto Kementerian ESDM.Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
    In News
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media