Wanaloka.com – Bencana tsunami menerjang sebuah desa nelayan di India pada 2004. Laki-laki warga desa yang bekerja menjadi nelayan tengah melaut saat tsunami terjadi. Riak gelombang di tengah lautan relatif lebih tenang. Sementara para perempuan yang tinggal di rumah yang berada di daratan langsung terpapar dampak bencana. Perempuan-perempuan itu langsung mengalami dua lapis dampak, yakni diterjang gelombang tinggi, sementara mereka tak bisa berenang.
Di Indonesia, bencana tsunami di Aceh pada 2004, maupun erupsi Gunung Merapi, dan bencana alam lainnya juga memberikan dampak yang lebih berat bagi perempuan ketimbang laki-laki. Mengingat perempuan acapkali menjadi pihak yang bertanggung jawab merawat anak dan orang tua di rumah. Bisa dibayangkan beban yang diterima perempuan saat terjadi bencana alam.
Baca Juga: Terjadi Gempa Letusan, Status Gunung Raung Naik Jadi Waspada
“Bencana punya dampak yang berbeda bagi perempuan dan laki-laki. Kelompok rentan seperti perempuan (juga anak-anak, orang tua, dan difabel) mendapat dampak multiple burden,” kata dosen Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, UGM, Doktor Suzie Handajani dalam diskusi bertema “Bangun Budaya Sadar Bencana, Minimalkan Risiko Bencana” pada April 2022 lalu.
Persoalannya, perbedaan kebutuhan tersebut belum terbaca masyarakat saat melakukan mitigasi bencana. Akibatnya, dalam penanganan bencana dan penanganan pascabencana, perempuan kerap tidak mendapat hal-hal yang dibutuhkan.
“Sebab penanganan perempuan disamaratakan dengan laki-laki,” kata Suzie.
Discussion about this post