Selasa, 13 Mei 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Penanganan Bencana Tak Ramah Gender, Ini Solusinya

Perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan pribadi yang berbeda. Begitu pun dalam penanganan bencana yang memposisikan mereka sebagai korban. Sayangnya, kebutuhan perempuan dan kelompok marginal lainnya acapkali terabaikan.

Minggu, 31 Juli 2022
A A
Ilustrasi perempuan dan anak pengungsi. Foto dimitrisvetsikas1969/pixabay.com.

Ilustrasi perempuan dan anak pengungsi. Foto dimitrisvetsikas1969/pixabay.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Bencana tsunami menerjang sebuah desa nelayan di India pada 2004. Laki-laki warga desa yang bekerja menjadi nelayan tengah melaut saat tsunami terjadi. Riak gelombang di tengah lautan relatif lebih tenang. Sementara para perempuan yang tinggal di rumah yang berada di daratan langsung terpapar dampak bencana. Perempuan-perempuan itu langsung mengalami dua lapis dampak, yakni diterjang gelombang tinggi, sementara mereka tak bisa berenang.

Di Indonesia, bencana tsunami di Aceh pada 2004, maupun erupsi Gunung Merapi, dan bencana alam lainnya juga memberikan dampak yang lebih berat bagi perempuan ketimbang laki-laki. Mengingat perempuan acapkali menjadi pihak yang bertanggung jawab merawat anak dan orang tua di rumah. Bisa dibayangkan beban yang diterima perempuan saat terjadi bencana alam.

Baca Juga: Terjadi Gempa Letusan, Status Gunung Raung Naik Jadi Waspada

“Bencana punya dampak yang berbeda bagi perempuan dan laki-laki. Kelompok rentan seperti perempuan (juga anak-anak, orang tua, dan difabel) mendapat dampak multiple burden,” kata dosen Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Budaya, UGM, Doktor Suzie Handajani dalam diskusi bertema “Bangun Budaya Sadar Bencana, Minimalkan Risiko Bencana” pada April 2022 lalu.

Persoalannya, perbedaan kebutuhan tersebut belum terbaca masyarakat saat melakukan mitigasi bencana. Akibatnya, dalam penanganan bencana dan penanganan pascabencana, perempuan kerap tidak mendapat hal-hal yang dibutuhkan.

“Sebab penanganan perempuan disamaratakan dengan laki-laki,” kata Suzie.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: bencanagenderkelompok rentanlaki-lakimitigasi bencanaperempuan

Editor

Next Post
Ilustrasi nyamuk menggigit. Foto FotoshopTofs/pixabay.com.

Perubahan Iklim Tingkatkan Risiko Penularan Penyakit Lewat Nyamuk

Discussion about this post

TERKINI

  • Pusat gempa 5,3 mangitudo di Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Foto inatews.bmkg.go.id.Deformasi Lempeng Picu Gempa 5,3 Magnitudo di Mandailing Natal
    In News
    Senin, 12 Mei 2025
  • Ahli Manajemen Vertebrata Hama dan Ilmu Hama Tumbuhan IPB University, Swastiko Priyambodo. Foto Dok. IPB University.Swastiko Priyambodo, Pengendalian Tikus Sawah Tak Hanya Andalkan Burung Hantu
    In Sosok
    Minggu, 11 Mei 2025
  • Lalat hinggap di atas makanan. Foto lengocson238/pixabay.com.Lalat Bikin Risih di Meja Makan, Bagaimana Jika Bumi Tanpa Serangga?
    In IPTEK
    Minggu, 11 Mei 2025
  • Kupu-kupu dan lebah tengah membantu penyerbukan bunga Matahari. Foto keywest3/pixabay.com.Populasi Kupu dan Lebah Menurun, Dampak Aktivitas Manusia dan Pembangunan
    In IPTEK
    Sabtu, 10 Mei 2025
  • Ilustrasi vaksinasi global. Foto neelam279/pixabay.com.Penanganan Covid-19 Abaikan TBC, Kini Indonesia Jadi Partisipan Uji Klinik Global Vaksin M72
    In Rehat
    Sabtu, 10 Mei 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media