Negara memegang tanggung jawab utama untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan kerusakan ekologis yang mengancam masa depan generasi.
“Pada penutupan 16 HAKTP 2025 ini, kami menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak dapat diakhiri tanpa menghentikan kerusakan lingkungan dan menghormati hak-hak masyarakat adat. Dari Sumatera hingga Papua, kami memperingati 16 HAKTP dengan selalu memberi ruang aman bagi perempuan dan mendobrak kebebasan perempuan yang semakin gagal diperjuangkan oleh pemerintah,” kata Ija.
FAMM Indonesia bersama Kaoem Telapak menggelar acara “FAMM Fest: mempertemukan Suara, Seni, dan Rasa” di Taman Ismail Marzuki, pada Rabu, 10 Desember 2025, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia.
FAMM Fest merupakan sebuah event dalam rangka peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 HAKTP) lewat One Day One Voices. Kolaborasi ini dilakukan lintas isu dan juga berkolaborasi dengar para pegiat seni. Tema tahun ini “Perempuan Melewati Batas untuk Kebebasan dan Demokrasi”.
Festival ini menyikapi ambisi besar negara untuk mengeruk sumber daya alam tanpa memperhatikan dampaknya bagi makhluk hidup. Beberapa tahun terakhir, Indonesia memasuki fase eksploitasi sumber daya alam yang paling agresif dalam dua dekade.
Baca juga: Hari HAM, Dua Warga Pembela Lingkungan Hidup di Poso dan Ketapang Dikriminalisasi
Dalam acara ini Kaoem Telapak mengambil peran dalam pergelaran pameran yang menggambarkan seperti apa wujud hutan yang sehat, praktik penghidupan Masyarakat Adat, Komunitas Lokal, dan keanekaragaman hayatinya, dan kontras dengan adanya ancaman deforestasi.
Pengurus Kaoem Telapak, Olvy Tumbelaka mengatakan, pameran tersebut memvisualisasikan dampak serta bagaimana Perempuan di wilayah adat dan komunitas lokal terus berada di garis depan dalam mempertahankan wilayah kelola mereka.
“Foto-foto pameran ini menggambarkan perjalanan kampanye dan advokasi Kaoem Telapak, sekaligus mengingatkan bahwa keindahan biodiversitas Indonesia, termasuk orangutan, bekantan, dan burung-burung khas bisa saja hilang dalam waktu dekat,” ucap Olvy dalam siaran pers Kaoem Telapak, Jumat, 12 Desember 2025.
Perempuan di wilayah adat dan komunitas lokal selama ini menjaga keutuhan ruang hidup berupa alam dan hutan yang lestari.
“Karena itu, ketika membicarakan hubungan alam dan 16 HAKTP, pertanyaannya adalah bagaimana perempuan bisa terus bergantung pada alam jika ruang hidupnya diambil alih oleh negara maupun korporasi besar,” pungkasnya. [WLC01]






Discussion about this post